kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45907,63   4,30   0.48%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penyebab Pertamina dan ENI pisah dalam menggarap green refinery


Rabu, 29 Januari 2020 / 14:24 WIB
Ini penyebab Pertamina dan ENI pisah dalam menggarap green refinery
ILUSTRASI. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati (kiri) mengungkapkan alasan Pertamina dan ENI tak lagi kerjasama garap proyek green refinery Plaju


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) dan ENI, perusahaan migas Italia, akhirnya tidak lagi melanjutkan kerjasama pada proyek kilang hijau (green refinery) Plaju, Sumatra Selatan.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (29/1). "Awalnya kerjasama dengan ENI sebagai mitigasi resiko teknis sebab dia terbukti sejak 2004, tapi dalam perjalanan ada penolakan di bank CPO kami di Eropa," jelas dia.

Nicke melanjutkan, akibat penolakan ENI menjadi ragu karena perusahaan tersebut berkewajiban menerapkan standar sertifikat internasional. Sertifikat ini sendiri belum dimiliki oleh sebagian besar produsen CPO yang menyuplai bagi Pertamina.

Baca Juga: Kementerian ESDM proyeksikan lifting minyak alami penurunan di 2024

Penolakan ini mengakibatkan proses pengolahan CPO Pertamina pada kilang milik ENI di Milan urung dilakukan. Kedua belah pihak akhirnya memutuskan melakukan pengolahan pada Kilang Pertamina di Plaju.

Selain itu, Nicke mengungkapkan, ENI juga mendapatkan teguran dari pemerintah Italia untuk bentuk investasi yang dilakukan di Indonesia. "ENI juga dapat teguran dari pemerintah walaupun investasinya di Indonesia tapi tetap dilarang juga," jelas Nicke.

Pertamina pun cukup heran mengingat CPO yang diolah merupakan produk kelapa sawit yang ditanam di Indonesia sehingga jika timbul permasalahan aspek lingkungan yang bertanggungjawab adalah Pertamina.

Sejumlah pertimbangan tersebut, akhirnya membuat Pertamina mengakhiri kerjasama dengan ENI. Selanjutnya, pengolahan CPO dan produksi akan dilakukan oleh Pertamina bekerjasama dengan UOP sebagai pemilik teknologi ecofining.

Tak berhenti di situ, Nicke bilang ENI kini menerima penalti dari pemerintah Italia sebab masih menggunakan CPO dari Indonesia untuk diolah pada kilang miliknya.

Baca Juga: Pertamina janji optimalkan keterlibatan perusahaan domestik dalam pembangunan kilang

"Nah jadi kami jalan sendiri. Kapasitasnya 20.000 barel per hari untuk tiap unit. Lalu kalau mau 80.000 berarti 4 unit dan akan hasilkan 1 juta kiloliter per tahun," jelas Nicke.

Proyek ini sendiri diharapkan mulai beroperasi pada 2024 mendatang.

Asal tahu saja, Pertamina dan ENI telah meneken kerja sama dengan menandatangani tiga kesepakatan di Roma, Italia pada 30 Januari 2019. Dua kesepakatan tersebut terkait pengembangan green refinery, yaitu head of joint venture agreement serta term sheet CPO processing di Italia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×