Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bio Farma (Persero) makin giat mengembangkan bahan baku obat (BBO) secara mandiri di dalam negeri. Hal tersebut dilakukan demi mengurangi ketergantungan impor BBO dari luar negeri.
Direktur Transformasi & Digital Bio Farma Soleh Ayubi menjelaskan, produksi BBO dilakukan Bio Farma melalui anak usahanya, PT Kimia Farma Tbk (KAEF) yang berkolaborasi dengan perusahaan asal Korea Selatan yaitu Sung Wun Pharmacopia Co. Ltd.
Pengembangan BBO secara mandiri mulai dilakukan Bio Farma pada 2016 melalui pendirian pabrik yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. Kemudian, pabrik BBO tersebut mulai berproduksi pada tahun 2018.
Hingga kini, Bio Farma sudah mampu memproduksi 12 item BBO yang bersertifikat GMP dan Halal. Ke-12 item BBO tersebut meliputi 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin, dan Rosuvastatin, 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel, dan 2 BBP antivirus Entecavir dan Remdesivir.
Baca Juga: Bio Farma Terus Menggenjot Produksi Vaksin IndoVac
Berikutnya, terdapat 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin, dan Efavirenz, 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite, dan 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon.
“Kami menargetkan hingga 2024 nanti bisa memproduksi 28 item BBO,” kata Ayubi dalam acara Ngopi BUMN, Selasa (8/11).
Produksi BBO di dalam negeri dianggap sangat penting mengingat selama ini impor BBO Indonesia mencapai 90%. Alhasil, industri farmasi sempat kelimpungan ketika kebutuhan obat-obatan meningkat tajam di awal masa pandemi Covid-19.
Ayubi melanjutkan, ketika Bio Farma mampu memproduksi 28 item BBO pada 2024, pada saat itu pula diharapkan perusahaan tersebut dapat membantu memangkas 20% impor BBO nasional. “Target penurunan impor ini tampak cukup progresif,” imbuh dia.
Baca Juga: Genjot Produksi Vaksin, Bio Farma Dapat Aset BMN Eks Flu Burung Senilai Rp 68 Miliar
Ia juga menekankan, peningkatan produksi BBO oleh Bio Farma harus dibarengi oleh kesiapan para pelaku industri farmasi lainnya untuk menyerap produk tersebut. Ini artinya, butuh komitmen banyak pihak untuk benar-benar menciptakan kemandirian farmasi.
“Saingan kita untuk memproduksi China dan India. Kedua negara ini punya economic scale yang cukup besar di industri farmasi,” pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News