Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nurdin (40), karyawan sebuah perusahaan swasta setiap hari harus melintasi jalan tol Pondok Aren-Joglo. Maklum, pria satu anak itu bertempat tinggal di wilayah Bintaro, sementara kantornya ada di kawasan Joglo.
Sejak 29 September 2018 lalu, Nurdin merasa pengeluarannya kian membengkak. Tepat sejak integrasi jalan tol lingkar luar jakarta (JORR) diberlakukan, tarif tol yang harus dia bayar meningkat tajam.
Sebelumnya Nurdin hanya merogoh kocek Rp 12.500 saat berangkat dari rumah menuju kantornya. Rinciannya Rp 9.500 dari Joglo kee Bintaro, keluar ke Pondok Aren ditambah Rp 3.000.
Tetapi sejak integrasi diberlakukan, dia harus membayar tarif jalan tol Rp 15.000 sekali jalan. Jadi sehari, tarif tol yang harus dia keluarkan pulang-pergi membengkak Rp 5.000.
Bagi Nurdin, efek integrasi jalan tol itu sangat memberatkan. Dalam lima hari terakhir ini saja, dia sudah mengeluarkan tambahan Rp 25.000 untuk bayar tarif jalan tol.
Dia menghitung-hitung, enam hari bekerja dalam seminggu, maka tambahan biaya tol yang harus dikeluarkan mencapai Rp 130.000. Dari yang biasanya hanya mengeluarkan Rp 220.000 per bulan maka Nurdin harus menyiapkan Rp 350.000 hanya buat tol. "Ini naiknya 59,1%. Gede sekali, padahal jaraknya itu tidak seberapa," keluh Nurdin.
Sepengetahuan Nurdin, kenaikan jalan tol merujuk undang-undang dihitung berdasarkan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Padahal tahun ini inflasi hanya 3% dan tahun 2017 sebesar 3,6%.
Menurutnya, integrasi tol yang berimbas pada kenaikan tarif itu jelas sangat memukul pengguna tol jarak pendek seperti dirinya. Sementara fasilitas jalan tol yang ada saat ini masih jauh dari standar tol. Jalan masih bergelombang, penerangan kurang dan juga macet setiap pagi.
Nurdin sebagai konsumen tol sekarang mempertanyakan aturan yang menjadi acua integrasi tersebut. Tidak merujuk pada undang-udang tol tetapi tak juga merevisi aturan yang sudah ada itu. "Tarif integrasi ini mengacu kemana? Ada dasar kenaikan di undang-undang tetapi kenapa tidak dipakai?" Tanyanya.
Hal senada juga diungkapkan Iqbal (28) yang bertempat tinggal di Bekasi juga harus membayar tarif jalan tol lebih mahal sekarang kalau ingin bekerja dengan menggunakan kendaraan pribadi. Dia memiliki kantor di dua lokasi yang yang harus dijabani, satu di kawasan Taman Mini dan satunya lagi di TB Simatupang.
Sebelumnya, dia berangkat dari gerbang tol Bekasi Barat dan keluar di Cawang Halim dengan membayar tarif Rp 5.000 dan kemudian masuk ke JORR lewat Bintara menuju Taman Mini dengan tarif Rp 9.500. Sekarang, Iqbal harus membayar lebih mahal yakni Rp 20.000 sekali jalan.
Menurut Iqbal, integrasi tol JORR itu cukup memberatkan karena ada kenaikan Rp 5.500 yang harus dia bayarkan sekali jalan atau Rp 11.000 pulang pergi. Untungnya, dia tidak selalu membawa kendaraan setiap hari ketika ingin berangkat kerja.
Dia lebih sering menggunakan transportasi umum seperti kereta commuterline. "Buat saya tidak terlalu terasa sih. Cuma kalau tiap hari bawa kendaraan lumayan tekor juga," ujar Iqbal.
Sementara Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai integrasi tol itu tidak jadi masalah asalkan didasarkan pada tiga hal. Pertama, dasar integrasi tarif harus bertujuan untuk efisiensi baik operasional maupun pelayanan.
Kedua, integrasi harus menjadi jaminan untuk meningkatkan standar pelayanan kepada pengguna jalan tol sebagai konsumen. Dan yang ketiga, integrasi harus menjadi triger untuk menurunkan biaya logistik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News