Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi hulu minyak dan gas (migas) masih lesu di tiga bulan pertama tahun ini. Data Direktorat Jenderal (Ditjen) Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, realisasi investasi hulu migas baru mencapai US$ 2,29 miliar di sepanjang Januari-Maret 2022.
Artinya, realisasi investasi hulu migas belum mencapai seperempat dari target investasi hulu migas untuk tahun buku 2022. Data ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu lalu (8/6).
“Investasi migas (di triwulan I) sebesar US$ 2,29 miliar, atau 13,46% dari target investasi migas 2022 sebesar US$ 17,01 di akhir tahun,” ungkap Tutuka (8/6).
Baca Juga: Begini Strategi Pertamina Mengompensasi Kerugian di Sektor Hilir Migas
Investasi hulu migas yang rendah terjadi bersamaan dengan melambungnya harga minyak mentah. Hal ini misalnya tercermin dari Indonesia Crude Price (ICP).
Mengutip publikasi Kementerian ESDM, ICP pada tiga bulan pertama-tama secara tercatat sebesar US$ 85,89 per barel di bulan Januari, US$ 95,72 di bulan Februari 2022, dan US$ 113,30 per barel di bulan Maret 2022. Sebagai pembanding, asumsi ICP dalam anggaran belanja dan pendapatan negara (APBN) ditetapkan sebesar US$ 63 per barel.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Bumi (Aspermigas), Moshe Rizal mengatakan, pelaku industri migas dihadapkan pada kondisi ketidakpastian akibat gejolak global, di antaranya yakni Perang Rusia-Ukraina dan harga minyak yang fluktuatif, meski levelnya tinggi. Untuk itu, dibutuhkan upaya yang besar untuk mengejar target investasi yang dicanangkan oleh pemerintah.
“Realistis atau tidaknya tergantung dari perkembangan situasi global saat ini dan (kondisi) masing-masing KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama),” tutur Moshe saat dihubungi Kontan (12/6).
Moshe mengakui, kondisi global saat sejatinya merupakan faktor eksternal yang tidak bisa diubah oleh pemerintah. Meski begitu, Moshe menilai ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk memantik gairah investasi hulu migas, yaitu memperbaiki iklim investasi di Indonesia dengan mempermudah usaha dan investasi yang ingin masuk, serta terus meningkatkan insentif-insentif fiskal.
Caranya yakni dengan memberlakukan assume & discharge, menerapkan split yang lebih baik, memberikan tax holiday, dan menjamin kepastian hukum,
“Assume & discharge itu memastikan pendapatan KKKS yang stabil tanpa dipengaruhi perubahan kebijakan pajak dari pusat maupun daerah, untuk split tergantung dari keekonomian lapangan dan diharapkan pemerintah bisa lebih flexible lagi memperhitungkan tingkat risiko yang dibebankan ke investor/KKKS,” terang Moshe.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjajaran, Yayan Satyaki melihat investasi hulu migas yang rendah di kuartal I 2022 sebagai hal yang wajar. Yayan menduga, keterbatasan pada aspek infrastruktur pengadaan barang modal migas menghambat minat investasi pelaku usaha.
“Selain itu, investor tampaknya wait and see terhadap kebijakan investasi migas di Indonesia, sehingga perlu untuk memberikan inovasi kebijakan agar iklim investasinya lebih transparan dan lebih pasti,” tutur Yayan.
Menurut Yayan, investasi hulu migas yang tertunda bisa membuat Indonesia kehilangan momentum dalam mengurangi konsumsi impor migas. Untuk itu, Yayan menilai perlu ada upaya untuk memacu gairah investasi hulu migas.
Baca Juga: Ditopang Sektor Hulu, Pertamina Catatkan Laba Bersih Rp 29,3 Triliun di 2021
Dari sisi pemerintah, pemerintah menurut Yayan dapat memberikan kebijakan berupa kemudahan fiskal seperti pajak impor atau pelonggaran proses yang dapat menghambat kemungkinan proses produksi migas bagi investor guna memantik gairah investasi migas.
Di sisi lain, SKK Migas, menurut Yayan, juga dapat melakukan review terhadap kebijakan investasi yang ada, seperti misalnya dengan mereview petunjuk teknis (juknis)/petunjuk pelaksanaan (juklak) yang berhubungan dengan kebijakan teknis.
“Dengan tertundanya investasi kita akan kehilangan momentum untuk mengurangi kesenjangan konsumsi impor. Apalagi kita saat ini ingin menjaga subsidi energi. Sehingga dengan kelambatan (investasi hulu migas) ini akan mengurangi produksi lifting migas dan pendapatan ekspor migas, maupun PNBP migas,” terang Yayan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News