kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi industri baja tetap tumbuh di tengah pandemi


Kamis, 26 November 2020 / 16:16 WIB
Investasi industri baja tetap tumbuh di tengah pandemi
ILUSTRASI. Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat pelaku industri baja dalam negeri untuk memperkuat investasi.


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 tidak menyurutkan semangat pelaku industri baja dalam negeri untuk turut memperkokoh sektor manufaktur tanah air. Hal itu dibuktikan dengan adanya penambahan investasi yang menunjukkan bahwa produktivitas industri baja dalam negeri tetap bergairah, dan menandakan permintaan atau demand pada sektor tersebut masih tumbuh.

Salah satu perusahaan industri baja PT Sunrise Steel mampu melakukan penambahan investasi di tengah pandemi. “Kalau kita lihat investasi keseluruhan dari Januari sampai September 2020, naik 37%. Ini menandakan bahwa upaya dari pemerintah dalam mendorong hilirisasi cukup efektif meski di tengah pandemi,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono dalam keterangan resminya, Kamis (26/11).

Sigit menuturkan, melalui penambahan lini produksi kedua Baja Lapis Aluminium Seng (BjLAS) PT Sunrise Steel, diharapkan perusahaan manufaktur tersebut akan terus berkontribusi memperkokoh industri baja di tanah air. “Tentunya keberhasilan dalam mengembangkan usaha dan terus menambah investasi di sektor industri baja, menunjukkan kepada kita semua bahwa sektor ini merupakan pilihan menarik dan tepat untuk berinvestasi di Indonesia,” ungkapnya.

Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) gencar lakukan hilirisasi produk baja

Dalam upaya menumbuhkan industri baja nasional, pemerintah juga mendorong para pelaku industri untuk terus berinovasi serta meningkatkan kemampuan produksi sehingga mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor. “Kalau melihat struktur impor kita, logam menempati hampir lebih dari 35% dari total impor atau sekitar USD125 miliar per tahun. Sehingga kami harapkan para produsen baja lebih maju lagi,” sebut Achmad.

Sementara itu, pemerintah juga berupaya memproteksi produk baja nasional dari serbuan produk-produk impor, sekaligus berusaha menjadikan produk baja nasional menjadi primadona di negeri sendiri. Upaya yang dilakukan antara lain melalui kebijakan safeguard dan antidumping. Instrumen lainnya adalah pembenahan lembaga sertifikasi produk untuk penerbitan Standar Nasional Indonesia (SNI), penerapan SNI wajib. Selanjutnya, penyesuaian tata niaga impor baja melalui Sistem Informasi Baja Nasional (Sibanas) yang tergabung dalam sistem informasi industri nasional (SIINAS).

“Upaya-upaya tersebut sekaligus merupakan jaminan dari pemerintah bahwa produk nasional akan menjadi penguasa pasar di dalam negeri, sehingga para pelaku industri tidak perlu khawatir," ujar Achmad.

Selanjutnya, guna menciptakan permintaan agar produk nasional mampu diserap di dalam negeri, pemerintah juga menggulirkan program Peningkatan Produk Dalam Negeri (P3DN). Melalui program tersebut, produk-produk dalam negeri yang memiliki Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) lebih dari 25% hingga 40%, akan dioptimalkan diserap pemerintah melalui pengadaan barang dan jasa yang menggunakan pembiayaan APBN, APBD ataupun hibah.

“Regulasinya sudah tertuang dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, " ujarnya.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menyampaikan, industri baja merupakan salah satu sektor yang tetap kokoh di tengah hantaman pandemi, dengan kinerja di kuartal kedua 2020 yang tumbuh 2,3% dan kembali meningkat di kuartal ketiga menjadi 5,6%.

“Tentunya ini cukup membanggakan bagi kita semua. Dengan adanya investasi baru pada sektor baja, diharapkan akan semakin memperkuat kontribusinya pada perekonomian nasional,” imbuhnya.

Ia berharap, penambahan investasi pada sektor industri baja terus berlanjut, sejalan dengan program substitusi impor. Pasalnya, beberapa produk hulu dari industri baja masih belum diproduksi di dalam negeri.

“Memang masih ada yang harus disubstitusi mulai dari hulu. Seperti iron ore, kemudian smelting harus tambah sampai lima kali lipat, karena selama ini berhenti sampai slab. Kemudian billet untuk memproduksi turunannya serta hot rolled coil (HRC) menjadi cold rolled coil (CRC). Kami berharap nantinya PT Sunrise Steel bisa masuk berinvestasi di segmen ini,” kata Taufiek.

Presiden Direktur PT Sunrise Steel Henry Setiawan mengungkapkan, peresmian lini produksi kedua produk BjLAS dengan merk dagang ZINIUM® untuk bahan baja ringan mengukuhkan perusahaannya sebagai produsen BjLAS terbesar di Indonesia, dengan kapasitas 400.000 ton per tahun. “Kami sangat berterima kasih kepada pemerintah, khususnya Kemenperin selaku pembina industri, yang telah mendukung para pelaku industri untuk bisa meningkatkan utilisisasi meski saat pendemi seperti ini,” ujarnya.

Henry juga mengapresiasi upaya yang dilakukan Kemenperin untuk mendorong industri baja agar bisa terus berkembang melalui berbagai regulasi dan proteksi. “Ini juga membuat kami lebih bersemangat mengintegrasikan stuktur hilirisasi pada industri baja, seperti dari HRC menjadi CRC dan produk-produk baja lainnya,” sebutnya.

Selanjutnya: Krakatau Steel dapat restu terbitkan obligasi wajib konversi senilai Rp 3 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×