Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Dalam kerangka Transformasi Ekonomi Indonesia menuju Visi Indonesia Emas 2045, sektor industri memiliki peran sentral. Namun, Indonesia masih harus berbenah terutama dalam hal penyederhanaan perizinan berusaha. Meskipun saat ini pemerintah telah menggunakan sistem OSS berbasis Risk Based Approached (RBA), namun masih banyak hambatan penyelesaian perizinan yang ditemukan di lapangan.
Sebagai contoh, hal dasar terkait Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang harus terkoneksi ke sistem yang saat ini masih terus diperbaiki, karena di banyak daerah masih berproses melalui perubahan peraturan daerah. Hal penting lainnya adalah jaminan kepastian hukum yang di dalamnya juga memerlukan sinkronisasi dan harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Tantangan lainnya berkaitan dengan pengembangan infrastruktur dasar yang masih belum memadai, ditambah lagi dengan kebijakan yang tidak pro investasi. Misalnya pada ketersediaan sumber air baku bagi kegiatan industri. Saat ini, di daerah Jawa Barat memiliki keterbatasan sumber air baku, padahal industri di di sana sangat banyak dan membutuhkan sumber air baku.
Baca Juga: Kinerja Ekspor Mebel dan Kerajinan Berpotensi Naik di Tengah Penurunan Suku Bunga
Ketersediaan dan harga gas industri juga masih menjadi persoalan, misalnya kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang perlu diperluas sektor industrinya. Bagi para pemegang Badan Usaha Penyedia Gas Bumi (BUPTL), harga gas industri perlu dibuat lebih kompetitif.
HKI pun mengutip dari The Star Business News yang memberitakan bahwa keputusan Oracle untuk membangun fasilitas di Malaysia disebabkan oleh kesiapan infrastruktur Negeri Jiran dan posisinya yang semakin berkembang sebagai tujuan utama investasi digital. Untuk itu, kebijakan maupun penyediaan infrastruktur di Indonesia harus terus dibenahi.
Tak hanya itu, gangguan keamanan juga masih terjadi di kawasan industri. Contohnya adalah limbah ekonomis yang dimiliki suatu perusahaan tertentu dapat menjadi pemicu demonstrasi di dalam kawasan industri. "Persoalan dari aspek keamanan dan ketertiban ini dapat berpengaruh signifikan terhadap iklim investasi," tutur dia.
Baca Juga: Arsjad Rasjid: Dukungan kepada Ganjar-Mahfud Bukan Penyebab Munculnya Kadin Tandingan
Di luar hal-hal tersebut, HKI menilai perlunya kebijakan-kebijakan yang mendorong iklim investasi lebih atraktif dan pengembangan sumber daya manusia yang kompeten. Investor akan masuk berinvestasi apabila suatu negara atau daerah memiliki daya tarik, baik dari sisi fiskal maupun nonfiskal sehingga perlu dibuat terobosan-terobosan melalui berbagai insentif yang menarik.
"Perumusan hal tersebut dapat melibatkan para pelaku usaha dalam penyusunannya agar lebih tepat sasaran," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News