Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi tambang mineral dan batubara (minerba) sepanjang tahun 2020 jauh dari target. Capaian investasi tercatat hanya US$ 3,7 miliar atau 47,75% dari target tahun 2020 yang sebesar US$ 7,75 miliar.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menjelaskan raihan investasi tambang tahun lalu berasal dari 193 perusahaan. Rincinya, 27 dari perusahaan yang berstatus Kontrak Karya (KK), 48 pemegang status PKP2B, 2 pemegang status Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), 3 IUP BUMN, dan 34 IUP batubara kewenangan pusat.
Selain itu, investasi juga berasal dari 18 IUP mineral kewenangan pusat, 11 IUP OPK olah murni, 32 IUP daerah dan 18 pemegang Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Menurut Ridwan, capaian investasi US$ 3,7 miliar itu berdasarkan data kumulatif yang dilakukan pada 7 Januari 2021. Kata dia, jumlahnya akan bertambah seiring dengan koleksi data yang masih berlanjut.
"Jumlah tersebut akan terus bertambah karena data akhir 2020 akan terkoleksi pada tanggal 18 Januari 2021," sebut Ridwan kepada Kontan.co.id, Minggu (10/1).
Baca Juga: Menteri ESDM tegaskan insentif pemerintah untuk proyek hilirisasi batubara
Sebagai informasi capaian investasi minerba yang hanya US$ 3,7 miliar itu menjadi yang terendah, paling tidak dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2015, realisasi investasi minerba tercatat sebesar US$ 5,26 miliar. Setahun kemudian naik menjadi US$ 7,28 miliar.
Pada tahun 2017, investasi tambang turun menjadi US$ 6,13 miliar. Pada tahun 2018 mencapai titik tertinggi di level US$ 7,48 miliar. Lalu pada 2019 investasi minerba merosot menjadi US$ 6,5 miliar.
Dihubungi terpisah, Direktur Bina Program Minerba Kementerian ESDM Muhammad Wafid Agung mengatakan, capaian investasi tambang yang jauh dari target itu tak lepas dari dampak pandemi covid-19.
Apalagi, pada tahun lalu proyek-proyek sektor pertambangan terutama smelter juga terkendala.
"Kendala terbesar dalam capaian 2020 yakni terhambatnya mobilitas dan pengadaan barang jasa dalam pembangunan smelter akibat pandemi covid-19," terang Wafid.
Selain itu, lelang wilayah tambang juga kembali tidak terselenggara pada tahun lalu. Wafid menjelaskan, alasan dilakukan penundaan lelang wilayah tambang pada 2019 dan 2020 karena adanya revisi terhadap penghitungan Kompensasi Data Informasi (KDI) serta moratorium setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 atau UU Minerba yang baru.
Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai, minimnya realiasasi investasi minerba tahun lalu terjadi lantaran masa transisi UU Minerba dari UU No. 4/2009 ke UU No. 3/2020. Apalagi, aturan turunan dari UU Minerba baru itu belum juga terbit.
"Sehingga mungkin para investor juga wait and see, terutama bagi yang mau investasi di proyek baru," kata Sukmandaru.
Baca Juga: Cadangan komoditas Merdeka Copper Gold (MDKA) terbatas, Pefindo tetapkan rating idA
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa lelang wilayah tambang juga penting untuk menggairahkan investasi dan juga eksplorasi. Sebab, Indonesia dinilai perlu target-target area baru untuk menemukan tambahan deposit di berbagai komoditas tambang.
Sukmandaru bilang, investor memerlukan kepastian hukum dan investasi serta nilai KDI yang harus dipastikan kompetitif agar bisa menarik investor. Dia juga menekankan perlunya penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan turunan UU Minerba.
"Jadi PP dan regulasi turunannya perlu dipercepat, sehingga UU Minerba baru bisa segera diimplementasikan. Lelang (wilayah tambang) adalah salah satu cara untuk menarik investor terutama di bidang eksplorasi," pungkas Sukmandaru.
Selanjutnya: Produsen Batubara Dibebaskan Dari Kompensasi Pembayaran Kekurangan DMO 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News