kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,51   -0,21   -0.02%
  • EMAS1.365.000 -0,22%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi Smelter Berpotensi Mengalami Penurunan Akibat Inkonsistensi Kebijakan


Kamis, 28 Desember 2023 / 07:00 WIB
Investasi Smelter Berpotensi Mengalami Penurunan Akibat Inkonsistensi Kebijakan
ILUSTRASI. Iklim investasi smelter berpotensi mengalami penurunan akibat inkonsistensi kebijakan pemerintah.. REUTERS/Denis Balibouse


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Iklim investasi smelter berpotensi mengalami penurunan akibat inkonsistensi kebijakan pemerintah.

Merujuk data pemerintah, realisasi investasi melter mineral hingga kuartal III 2023 mencapai Rp 151,7 triliun. Jumlah ini ditopang investasi smelter nikel mencapai Rp 97 triliun, disusul investasi smelter tembaga sebesar Rp 47,6 triliun dan smelter bauksit sebesar Rp 7,1 triliun.

Sekjen Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian (AP3I) Haykal Hubeis mengungkapkan, secara umum ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi tren investasi smelter.

Baca Juga: Menilik Rencana Bisnis Sejumlah Emiten Nikel Tahun Depan

"Ada ketidakpastian global yang menjadi pemicu dan iklim investasi di Indonesia sudah kurang menarik untuk investasi smelter baru," kata Haykal kepada Kontan, Rabu (27/12).

Haykal melanjutkan, salah satu penyebab lain yakni mulai menurunnya investasi untuk smelter nikel. Apalagi, selama ini pembangunan smelter nikel cukup mendominasi untuk investasi smelter.

Menurutnya, dengan makin banyaknya smelter nikel di Indonesia, maka pembangunan smelter baru cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini diperparah dengan rencana moratorium atau pembatasan pembangunan smelter nikel kelas II oleh pemerintah.

Selain itu, isu keterbatasan pasokan bijih nikel yang terjadi beberapa waktu lalu turut menjadi pertimbangan calon investor. Kala itu, pemerintah mengungkapkan adanya impor bijih nikel dari Filipina yang dilakukan oleh smelter dalam negeri.

Haykal melanjutkan, faktor lain yakni implementasi kebijakan pemerintah yang kerap berubah-ubah atau tidak konsisten khususnya di sisi hulu tambang.

Baca Juga: BKPM Ungkap Investor China Tertarik Garap Smelter Bauksit di Indonesia

"Inkonsistensi kebijakan mulai dari perubahan aturan soal Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang semula diajukan setiap tahun menjadi per tiga tahun juga penerapan devisa hasil ekspor (DHE)," imbuh Haykal.

Menurutnya, nilai tambah hilirisasi dapat tercermin dari besaran investasi yang berhasil diperoleh. Selama ini, investasi untuk hilirisasi dinilai telah berjalan dengan sangat baik. Untuk itu, pemerintah dinilai perlu lebih memperhatikan kelangsungan bisnis pelaku usaha.

Pihaknya berharap, implementasi kebijakan pemerintah dapat menjaga kelangsungan bisnis serta berlaku sama rata untuk seluruh pelaku usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×