Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa divestasi lanjutan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sebesar 14%, atau lebih tinggi dari seharusnya yang hanya 11%.
Nantinya, pembeli saham divestasi Vale yakni Mind Id akan juga menanggung investasi smelter dari Vale. Saat ini, perusahaan tambang nikel tersebut tengah menggarap tiga proyek smelter dengan total investasi lebih dari US$ 8 miliar atau Rp 120,8 triliun (Asumsi Kurs Rp 15.100/USD).
Tiga proyek tersebut di antaranya proyek Sorowako Limonite senilai, proyek Bahodopi, dan proyek Pomalaa. Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat menjelaskan, jika divestasi 14% saham Vale Indonesia dilakukan oleh Vale Canada Limited (VCL) maka Mind Id akan langsung menjadi pemegang saham mayoritas meski hanya mengempit 34% saham INCO.
Saat ini Vale Canada Limited (VCL) memegang 43,79% saham INCO. Jika 14% saham didivestasikan oleh VCL, maka komposisi pemegang saham INCO akan berubah di mana VCL hanya memegang 29,79% saham dan Mind Id sebesar 34%.
“Namun akan berbeda jika mengambil sahamnya Sumitomo, maka posisi Vale Canada Limited masih dominan. Maka itu harus jelas 14% akan diambil dari siapa,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (9/7).
Jika Mind Id menjadi pemegang mayoritas di INCO, maka serta merta holding perusahaan tambang milik negara itu memiliki wewenang penuh terhadap kebijakan Vale Indonesia ke depannya.
Teguh menyatakan, hilirisasi nikel merupakan proyek dengan risiko tinggi dan bisnis jangka panjang. Prosesnya pun tidak mudah dari ground breaking hingga beroperasi.
“Jadi hanya satu pihak yang menyokong pendanaan seluruh proyek smelter ini biasanya tidak akan mau. Supaya berbagi-bagi risiko, maka semua pihak harus patungan termasuk Mind ID,” ujarnya.
Selain menggunakan cara patungan, Teguh juga menjelaskan, INCO memiliki opsi menjalankan aksi korporasi right issue atau Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD). Melalui penerbitan saham baru ke publik, INCO akan mendapatkan modal tambahan membangun smelternya.
Meski demikian, Teguh tidak menampik bahwa kewajiban patungan untuk proyek smelter ini juga akan memberatkan Mind Id. Menurutnya proyek dengan nilai investasi jumbo dan jangka panjang ini belum tentu memberikan keuntungan cepat.
“Apalagi biasanya harus pakai utang bank dan harus bayar bunganya,” ujarnya.
Menurutnya, tujuannya membangun smelter nikel bukan hanya untung semata, melainkan menjalankan proyek srategis hilirisasi mineral di Indonesia. Tujuannya lebih besar yakni membangun lapangan pekerjaan dan pengembangan industri.
Teguh menilai, seusai proses divestasi, dia belum bisa memberikan gambaran pasti mengenai prospek saham perusahaan tambang di bawah Mind Id maupun Vale Indonesia.
Menurutnya, tiga perusahaan di bawah Mind Id yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Timah (TINS), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) memiliki kinerja yang beragam. Misalnya saja kinerja PTBA cukup baik, tetapi kinerja TINS dan ANTM tidak terlalu cemerlang..
“Lantas untuk INCO tergantung juga, jika kinerja mereka bisa lebih baik lantas shamanya akan naik. Tetapi kalau tidak, ya nilai sahamnya akan di situ-situ saja,” kata Teguh.
Dia kembali menegaskan, proyek smelter merupakan kewajiban INCO untuk mendapatkan perpanjangan izin pertambangannya dari sebelumnya Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain itu, smelter yang dibangun INCO juga sekaligus untuk mendukung hilirisasi mineral di Indonesia. Maka itu, keuntungan yang diincar tidak berfokus pada korporasi saja, tetapi juga manfaatnya secara umum.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News