kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.765   92,00   0,55%
  • IDX 6.749   26,11   0,39%
  • KOMPAS100 973   5,13   0,53%
  • LQ45 757   3,47   0,46%
  • ISSI 214   1,25   0,59%
  • IDX30 393   1,62   0,42%
  • IDXHIDIV20 470   -0,32   -0,07%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   -0,27   -0,24%
  • IDXQ30 129   0,23   0,18%

Iperindo: Impor Masih Tinggi, Galangan Kapal Nasional Belum Terpakai Maksimal


Selasa, 29 April 2025 / 23:56 WIB
Iperindo: Impor Masih Tinggi, Galangan Kapal Nasional Belum Terpakai Maksimal
ILUSTRASI. Ketua Umum Institusi Perkapalan dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) Anita Puji Utami.


Reporter: Vatrischa Putri Nur | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Industri galangan kapal nasional masih belum dimanfaatkan secara optimal, meski memiliki kapasitas besar.

Institusi Perkapalan dan Sarana Lepas Pantai Indonesia (Iperindo) mencatat kebutuhan kapal dalam negeri berkisar 500–1.000 unit per tahun.

Di sisi lain, kemampuan industri dalam negeri membangun kapal baru bisa mencapai 1.200 unit per tahun.

Baca Juga: Tingkatkan Produksi Kapal Domestik, PT PAL Gandeng Pertamina dan Krakatau Steel

Namun faktanya, tingkat utilisasi galangan kapal nasional baru sekitar 30%.

Ketua Umum Iperindo Anita Puji Utami menyebut rendahnya utilisasi ini disebabkan oleh tingginya impor kapal, baik kapal baru maupun kapal bekas.

Hal ini menjadi salah satu tantangan besar dalam mendorong kemandirian industri kapal nasional.

“Kami berharap industri kapal dalam negeri bisa lebih mandiri. Saat ini impor kapal masih sangat tinggi, baik kapal bekas maupun kapal baru,” ujar Anita dalam agenda halal bihalal di Kantor PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Jakarta, Selasa (29/4).

Anita menjelaskan, harga pembangunan kapal dalam negeri sebetulnya cukup kompetitif jika dibandingkan dengan galangan luar negeri.

Namun, beban fiskal dan moneter membuat biaya akhir menjadi lebih mahal.

Baca Juga: Kewajiban Pemasangan VMS Kapal Dinilai Membebani Nelayan

Salah satu contohnya adalah pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk atas komponen kapal yang belum bisa diproduksi di dalam negeri.

“Faktor fiskal seperti PPN dan bea masuk impor komponen menjadi tantangan. Kami sangat berharap Kementerian Perindustrian bisa menyamakan kebijakan PPN seperti industri pelayaran. Jika PPN dibebaskan, dampaknya akan sangat besar bagi pengembangan industri kapal nasional,” paparnya.

Lebih lanjut, Anita menyatakan bahwa galangan kapal nasional saat ini telah mampu membangun berbagai jenis kapal, mulai dari kapal tanker, kapal kontainer, kapal ternak, kapal Ro-Ro, kapal perang, hingga tug and barge.

Namun kemampuan ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pelaku industri.

“Kami punya kemampuan membangun dan memperbaiki beragam jenis kapal. Tapi kalau utilisasi hanya 30%, potensi ini terbuang sia-sia,” katanya.

Anita berharap ke depan utilisasi galangan kapal nasional bisa meningkat, setidaknya untuk kegiatan perbaikan atau docking kapal.

Baca Juga: KKP Beberkan Kapal yang Wajib dan Tidak Pasang VMS

Target minimalnya, galangan dalam negeri bisa menangani 90% kebutuhan perbaikan kapal di Indonesia.

“Kalau tidak bisa 100%, minimal jangan kurang dari 90%. Kami mohon dukungan semua pelaku pelayaran agar memanfaatkan fasilitas yang sudah ada di dalam negeri,” pungkasnya.

Selanjutnya: Satu Saham Warren Buffett yang Sukses Ubah US$ 1.000 Menjadi US$ 225.000

Menarik Dibaca: Institut Teknologi PLN (ITPLN) Kerjasama dengan Mayora, Salah Satunya untuk Rekrutmen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×