Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan, penyebab utama kelangkaan pupuk bersubsidi yang selalu disuarakan para petani. Penyebab utama hal tersebut, adalah tidak sinkronnya alokasi anggaran dengan kebutuhan.
Hal ini diungkapkan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pertanian, Ketut Kariyasa dalam acara FGD-IPB tentang Transformasi Kebijakan Pupuk di Indonesia secara virtual, Kamis (15/7).
"Dari sisi anggaran dari pupuk subsidi dibandingkan dari kebutuhan yang diusulkan petani memang ada kekurangan," kata dia.
Baca Juga: Petrokimia Gresik luncurkan 3 produk baru pupuk
Sebagai contoh, Ketut menjelaskan, pada tahun 2020 ada sekitar 13,9 juta petani yang mengusulkan kebutuhan pupuk dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Pada saat itu, kebutuhan yang diusulkan mencapai 26,2 juta ton.
Dari angka kebutuhan tersebut, alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sebesar 8,9 juta ton. Jika dilihat secara nominal, dari usulan anggaran yang mencapai Rp 69,2 triliun hanya disepakati sebesar Rp 29,7 triliun.
"Sehingga hanya sekitar 34,02% yang kita bisa alokasikan dari permintaan dari masing-masing kelompok tani," katanya.
Oleh karena itu, dirinya menilai isu kelangkaan pupuk subsidi yang sering disuarakan ke publik ini bukan karena masalah produktivitas industri pupuk. Sebab, produksi PT Pupuk Indonesia sendiri saat ini sekitar 13 juta ton per tahun.
"Apa poin yang bisa kita lihat, ketika kita bicara isu kelangkaan, sebenarnya poinnya itu bukan langka, karena memang alokasinya yang pupuk subsidi ini kurang. Beda antara langka karena kekurangan subsidinya, dia memang dari awal tidak sesuai, itu yang menyebabkan isu itu, bukan karena dia langka di lokasi, karena memang kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pupuk bersubsidi tidak mencukupi," katanya.