| Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah belum bisa memastikan apakah akan memperpanjang atau tidak izin ekspor konsentrat PT Freeport Indonesia. Alasannya proses evaluasi atas kemajuan pembangunan smelter Freeport masih dilakukan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, PT Freeport Indonesia sudah menunjukkan adanya langkah-langkah dalam pembangunan smelter. "Freeport sudah ada tahapan pembangunan smelter," ujar Bambang Gatot, Minggu (31/5).
Beberapa kemajuan itu adalah Freeport sudah mengadakan kesepakatan dengan pemda Gresik, mendapatkan persetujuan dari provider teknologi yaitu Mitshubisi dan menyediakan dana untuk pembangunan smelter. Seperti diketahui, Kementerian ESDM terus melakukan evaluasi atas kemajuan pembangunan smelter oleh Freeport setiap minggu.
Bambang mengaku belum bisa menetapkan persentase persis kemajuan pembangunan smelter tersebut. Karena sejauh ini ukuran kemajuan masih diukur dari dana yang dibelanjakan terhadap kegiatan yang sudah ditetapkan dan dokumen yang dihasilkan.
Meski demikian, ia mengaku belum bisa memastikan apakah Freeport bakal mendapatkan perpanjangan izin ekspor. “Saya gak tahu apa bisa diberikan perpanjangan atau tidak. Kita evaluasi sampai 25 Juli nanti. Masih dua bulan," tegasnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin mengatakan rencana pembangunan smelter tembaga milik perusahaan di Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas 2 juta ton per tahun tetap berjalan sesuai dengan jadwal.
Saat ini, PT Petrokimia Gresik sudah berkomitmen menyediakan lahan mereka untuk pembangunan smelter tersebut. Tak lama lagi engeneering, procurement dan construction smelter itu akan segera dilaksanakan. "Sudah mengarah ke engineering dan konstruksi," ujar Maroef.
Menurut dia aspek tecnical engineering smelter tersebut harus dipersiapkan dengan baik dan rigid karena investasi untuk pembangunan smelter ini tidak kecil yaitu sebesar US$ 2,3 miliar. Dana untuk pembangunan smelter tersebut berasal dari induk usaha Freeport MacMoran.
Gresik, Jawa Timur dipilih sebagai lokasi untuk pembangunan smelter pengolahan tembaga karena memang ada dukungan infrastruktur seperti listrik, air dan pelabuhan. Selain itu, kata dia, jika hendak membangun smelter perlu juga di perhatikan industri lanjutan dari smelter tersebut.
"Kalau tidak dikelola dengan baik, maka tidak memiliki nilai ekonomis dan menjadi limbah," jelas dia.
Smelter, kata Maroef, memiliki dua limbah. Yaitu asam sulfat dan gipsum. Jika tidak dimanfaatkan maka kedua limbah itu akan menjadi bahan berbahaya dan beracun (B3). Namun jika dimanfaatkan asam sulfat dapat digunakan oleh industri pupuk dan gipsum, dan juga diperlukan oleh industri semen.
Sementara untuk pembangunan smelter di Papua, Freeport mengaku belum mendapatkan lokasi yang tepat sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan oleh pemerintah. Karena itu dengan pertimbangan infrastruktur, teknis dan bisnis, Freeport memutuskan untuk membangun smelter di Gresik.
Kedepan, lanjut Mareof, smelter milik Freeport tentu tidak akan bisa menampung semua produksi konsentrat tembaga yang ada di Indonesia. Selain Freeport, Newmont
dan perusahaan yang ada di Gorontalo juga akan memproduksi konsentrat.
Meskipun, smelter yang sedang dibangun Freeport di Gresik masih dalam tahap awal sekali, Maroef yakin perusahaannya tetap akan bisa mendapatkan izin ekspor konsentrat. Karena sebagai investor yang sudah lama menanamkan modalnya di Indonesia, Freeport tetap berkomitmen pada program pemerintah. Apalagi, ada sekitar 30.000 pekerja lokal di tambang milik Freeport. "Jangan sampai mereka kehilangan pekerjaan," tegas dia.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Bangun S. Manurung mengatakan, jika belum ada kemajuan dalam pembangunan smelter oleh Freeport di Gresik, maka Kementerian ESDM bisa menghentikan ekspor konsentrat Freeport. "Nanti ada tim dari pusat yang menilai sejauh mana progresnya. Kami di daerah hanya berharap pemerintah pusat serius," katanya.
Selain membangun smelter di Gresik, Freeport juga sudah memiliki komitmen untuk memasok konsentrat yang akan dibangun oleh pemerintah daerah Papua di Kabupaten Mimika. "Smelter Papua itu dari Pemda. Mereka yang bangun, kita hanya memasok konsentratnya," tegas dia.
Menurut Bangun, Gubernur Papua dan tim sudah berkunjung ke China untuk menjajaki kerja sama dengan China Golden Felix untuk membangun smelter tembaga dengan kapasitas 900.000 ton per tahun di Kabuaten Mimika, Papua. Bahkan perusahaan tersebut sudah menyatakan minat mereka. Meski demikian, hingga kini belum ada pembicaraan detail terkait dengan konsep dan jadwal waktu pembangunan smelter tersebut. "Kita lagi tunggu mereka," tambah dia.
Selain berbicara dengan calon investor, pemerintah daerah juga akan mengadakan pembicaraan dan Freeport dan masyarakat setempat terkait dengan lahan. Investasi pembangunan smelter ini akan menghabiskan dana sebesar US$ 1 miliar. Menurut rencana, pembangunannya akan dimulai pada tahun 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News