Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar menilai, kebijakan ini menempatkan SPBU swasta dalam posisi sulit.
"Distribusi terganggu, bahkan operasional bisa tutup sementara. Dari aspek investasi dan kepastian berusaha ini tidak bagus," tegasnya kepada KONTAN, Selasa (26/8).
Bisman memahami, pemerintah memang ingin mengendalikan impor dan stok BBM. Namun, menurutnya, langkah tersebut harus dijalankan lebih proporsional.
Baca Juga: Harga di SPBU Swasta Naik, Cek Harga di Pertamina, Shell, BP & Vivo, Rabu (26/3)
"Di satu sisi pengendalian penting, tapi di sisi lain pemerintah harus tetap menjaga iklim kepastian berusaha. Kalau mau dorong investasi, seharusnya SPBU asing diajak membangun kilang di dalam negeri, bukan justru dipersulit," ujarnya.
Praktisi migas Hadi Ismoyo juga mengkritisi kebijakan tersebut. Menurutnya, BBM yang langka saat ini adalah BBM non-subsidi, yang harganya berbasis mekanisme pasar.
"Harga retail mengikuti supply-demand. Konsumen non-subsidi umumnya kalangan menengah atas yang lebih butuh kepastian ketersediaan, bukan masalah harga," jelasnya.
Ia menilai otak-atik aturan hanya memicu kegaduhan. "Kebijakan yang sudah ada sebaiknya tidak usah diubah-ubah. Kalau aturan diutak-atik, yang muncul justru kelangkaan di lapangan. Ini kontraproduktif," ujar Hadi.
Baca Juga: Harga Naik di SPBU Swasta, Cek Dulu BBM di Pertamina, Shell, BP & Vivo, Rabu (18/3)
Fakta di lapangan memperlihatkan konsekuensi dari birokrasi impor yang berlarut-larut: kelangkaan BBM non-subsidi di SPBU swasta.
Jika kondisi ini terus berlanjut, bukan hanya konsumen yang dirugikan, melainkan juga iklim investasi energi yang semakin tertekan.
Selanjutnya: Amorim: Manchester United Belum Siap Tampil di Eropa
Menarik Dibaca: Jadwal Bournemouth vs Brentford di Piala EFL 2025: Tuan Rumah Incar Poin Penuh
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News