Reporter: Ayu Utami Larasati | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pengusaha tambang dituding melakukan eksploitasi besar-besaran sebelum aturan wajib mendirikan smelter dikeluarkan pemerintah. Hal ini diungkapkan oleh Andrie S Wijaya, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) di Jakarta, Rabu (28/3).
Andire menuding, pengusaha tambang telah mengeruk secara jor-joran menangguk untung besar tanpa mempedulikan kondisi lingkungan. "Kondisi itu sama sekali tidak memberi dampak positif pada pengelolaan lingkungan hidup,” kata Andri di Jakarta, Rabu (28/3).
Andrie mengungkapkan, sebelum keluarnya Peraturan Menteri ESDM No 7 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, pengusaha sudah menggali lebih banyak hasil tambang.
Hal tersebut didukung oleh kenaikan harga komoditas tambang di pasar dunia yang terjadi tahun 2009 sampai 2011. Saat harga komoditas bersinar itulah, pemerintah menurut Jatam menerbitkan 11.000 ribu izin pertambangan sampai tahun 2011.
Sulit realisasikan smelter
Sementara itu, Apemindo (Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia) menilai, kehadiran Permen No 7/2012 itu tidak sesuai dengan keinginan pengusaha. Ia bilang, masa sosialisasi terlalu singkat, hanya tiga bulan.
Padahal, pengusaha tambang kelas UKM (usaha kecil menengah) anggota Apemindo tidak mungkin mempersiapkan pendirian smelter dalam waktu singkat. Tak hanya itu, Apemindo menilai infrastruktur listrik belum tersedia untuk membangun smelter.
“Pengusaha nasional mineral semakin tidak berdaya,” kata Ruddy Tjanaka, Anggota Steering Committee, Apemindo.
Selain itu, Ruddy menilai kebijakan pemerintah ini pilih kasih, mereka diminta mempersiapkan smelter dalam waktu tiga bulan. “Kenapa pemodal besar, seperti Newmont, Freeport bisa mempersiapkan smelter sampai 2014 mendatang?,” ungkap Ruddy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News