Reporter: Fitri Nur Arifenie | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Jumlah investor yang mengajukan proposal pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) komoditas tambang bertambah tujuh lagi. Dus, hingga saat ini Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah menerima total 26 proposal untuk pembangunan smelter.
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementrian ESDM, Thamrin Sihite mengutarakan, ketujuh perusahaan tersebut sudah mengajukan proposal kepada Kementrian ESDM. Sayangnya, Thamrin enggan menyebutkan nama ketujuh perusahaan tersebut.
"Tujuh perusahaan itu ada dari investor China dan Korea. Selain itu juga ada perusahaan yang memiliki Ijin Usaha Produksi (IUP) tambang," kata Thamrin akhir pekan lalu.
Menurut Thamrin, banyak investor yang ingin membangun smelter, namun, banyak yang mengkhawatirkan soal pasokan bahan baku. Pasalnya, banyak pemilik tambang lebih suka melakukan ekspor barang mentah.
Meski banyak investor yang berminat menanamkan modal, namun Thamrin bilang, pemerintah tidak akan memberikan insentif tambahan. Menurutnya pemerintah cukup memfasilitasi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu.
“Di situ ada insentif tax holiday. Tetapi memang khusus untuk pengolahan pemurnian di luar Pulau Jawa karena kita ingin agar berkembang di dekat wilayah tambang,” jelasnya.
Apalagi, pemerintah juga tidak mewajibkan setiap pemegang izin usaha pertambangan (IUP) membangun satu smelter. Pemegang IUP bisa membuat konsorsium dan membangun pabrik pengolahan pemurnian bersama-sama. “Karena, lebih menguntungkan jika mengekspor setelah diolah. Kalau diolah menjadi alumina, nilai 7 kali lipat dari bauksit. Kalau menjadi aluminium bisa 19-30 kali lipat,” urai Thamrin.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Irwandi Arif menilai, pemerintah sudah banyak memfasilitasi minat pengusaha untuk membangun smelter. Pemberian insentif seperti keringanan pajak juga telah diberikan pemerintah. Saat ini yang diperlukan oleh pengusaha dan pemerintah adalah mempercepat proses pembangunan smelter tersebut.
“Diakselerasi bukan untuk konstruksinya saja. Tetapi juga perundingan dengan pemilik teknologi smelter, pemberi pinjaman dana, dan masalah perizinan. Semua harus dipercepat,” tegasnya. Pemerintah harus mengefisiensikan birokrasi lintas kementerian sehingga masalah izin dan insentif bisa dengan cepat diperoleh. Di sisi lain, perusahaan juga harus serius menggarap penyelesaian pabrik pengolahan mereka.
Pembangunan smelter merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Pasal 103 aturan itu menyebutkan, seluruh pemegang IUP operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Aturan yang sama juga mewajibkan batas kadar bahan tambang yang bisa diekspor yaitu 99%.
Mengikuti aturan ini, Kementerian Energi menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral. Pasal 21 aturan ini menyebutkan, dengan berlakunya Permen 7/2012 seluruh pemegang izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi yang diterbitkan sebelum Permen, dilarang mengekspor bijih (raw material atau ore) dalam jangka waktu tiga bulan setelah Permen berlaku. Dalam jangka waktu tersebut, perusahaan tambang harus menyerahkan rencana pembangunan smelter ke kementerian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News