Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Salah satu agenda penting yang dibicarakan pada pertemuan ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) di Nusa Dua Bali adalah pengembangan shale gas.
Shale gas adalah gas yang diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi. Proses yang diperlukan untuk mengubah batuan shale menjadi gas, sekitar 5 tahun.
Amerika Serikat (AS) adalah salah satu negara yang telah lebih dulu mengembangkan shale gas dan hasilnya. Harga gas di negara Uwak Sam itu menurun tajam lantaran ketersediaan gas yang melimpah. Amerika dianggap sebagai negara yang sukses mengembangkan shale gas.
Atas dasar itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dalam pertemuan bilateral dengan delegasi AS di rangkaian pertemuan AMEM, menawarkan pengembangan shale gas di Indonesia kepada pemerintah AS.
Menurut Jero, saat Presiden Obama melawat ke Indonesia untuk bertemu Presiden RI, salah satu agenda pertemuan yang dibahas adalah bagaimana mentransfer teknologi dari AS untuk menghemat pemakaian energi dan mengembangkan shale gas.
“AS sudah menemukan shale gas. Nah, kita punya sumbernya. Karena itu, saya minta kepada mereka mulailah terjun di Indonesia untuk mengeksplorasi shale gas,” tutur Jero dalam pertemuan bilateral pada Kamis (26/9) seperti dirilis Kementerian ESDM, Jumat (27/9).
J ero menambahkan, potensi shale gas Indonesia cukup besar. Ia mengatakan perkiraan shale gas sekitar 574 TSCF.Jumlah tersebut lebih besar ketimbang CBM yang sekitar 453,3 TSCF dan gas bumi 334,5 TSCF.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terdapat 7 cekungan di Indonesia yang mengandung shale gas dan 1 berbentuk klasafet formation.
Cekungan terbanyak, lanjut Jero, berada di Sumatera berjumlah tiga cekungan seperti Baong Shale, Telisa Shale dan Gumai Shale. Sedangkan di Pulau Jawa dan Kalimantan, shale gas masing-masing berada di 2 cekungan. Sementara di Papua, berbentuk klasafet formation.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News