Reporter: Agus Triyono | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Presiden Joko Widodo memerintahkan semua aparat hukum, mulai Kapolri, Kejaksaan Agung, Ditjen Bea Cukai, dan aparat terkait lainnya untuk segera menghentikan aliran barang impor ilegal. Perintah ini dia berikan saat melihat tekstil ilegal hasil tangkapan Ditjen Bea Cukai di Jakarta, Jumat (16/10).
Jokowi berujar penghentian impor barang ilegal, termasuk tekstil, penting dilakukan agar industri dalam negeri bisa tumbuh dan bersaing dengan produk negara lain. "Saya perintahkan ke Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk memberi dukungan kepada Bea Cukai agar impor ilegal tidak terjadi," kata Jokowi.
Sebagai catatan saja, beberapa waktu lalu, Ditjen Bea Cukai telah menangkap empat kontainer berisi produk tekstil ilegal di Tanjung Priok. Jokowi mengatakan, impor tekstil ilegal tersebut bernilai hampir Rp 14 miliar dan merugikan negara Rp 2,3 miliar.
Tekstil-tekstil itu diduga diimpor oleh perusahaan yang berada di kawasan berikat. Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi hanya mau menyebut inisial perusahaan pengimpor barang ilegal itu, yakni KY.
Kepolisian mengklaim saat ini seorang manajer di perusahaan tersebut sudah ditahan. Sang manajer tersebut juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyelundupan tekstil ini.
Sedangkan sanksi yang akan diberikan kepada perusahaan KY diperkirakan cukup berat: pemerintah menutup perusahaan tersebut.
Sebab, akibat dari praktik penyelundupan ini, negara mengalami kerugian hingga Rp 2,3 miliar, karena perusahaan tidak membayar bea masuk. Ini hanya untuk satu kasus saja. Nah, untuk memastikan seluruh aparatur penegak hukum bekerja, Presiden Jokowi mengaku telah memiliki teknologi yang bisa mengukur kinerja aparat untuk menyetop impor ilegal. Alat yang dirahasiakan identitasnya ini akan memantau apakah praktik penyelundupan tekstil dan barang lainnya berkurang atau malah bertambah. "Saya akan cek terus setiap hari," tutur presiden.
Berakibat PHK
Akibat aktivitas impor ilegal ini, pasar tekstil di dalam negeri dibanjiri produk tekstil impor yang memiliki harga lebih murah dari tekstil lokal. Akibatnya perusahaan tekstil di dalam negeri kalah bersaing dan megap-megap.
Saat ini, imbas dari tingginya persaingan antara produk tekstil impor, perusahaan tekstil lokal mengurangi ongkos perusahaan. Di antaranya
dengan mengurangi jumlah karyawan.
Berdasarkan data yang masuk dalam Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu yang dibentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dengan kementerian teknis, ada 23 ribu tenaga kerja tekstil yang terpaksa dirumahkan. Faktor pemicunya tak lain ialah praktik penyelundupan tekstil.
Catatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia, tekstil impor menguasai 60% pasar tekstil di dalam negeri. Sekitar 40% dikuasai tekstil lokal. Produsen tekstil kalah bersaing di dalam negeri karena pasar tekstil Indonesia lebih suka tekstil impor dari China yang harganya lebih murah. Akibatnya, 60% dari hasil produksi tekstil Indonesia diekspor ke luar negeri. Tahun lalu, dari total pasar tekstil RI US$ 14,15 miliar, sekitar US$ 8,56 diisi tekstil impor.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani bilang, jumlah tenaga kerja tekstil yang dirumahkan tersebut berasal dari 17 perusahaan. Hanya saja, Franky tidak mau merinci identitas perusahaan yang dimaksud. Pemerintah takut, jika dibiarkan terus impor ilegal akan daya saing produk tekstil dalam negeri semakin terpuruk. "Pemerintah akan melindungi industri tekstil dengan cara mencegah serbuan tekstil impor ilegal,"
kata Franky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News