kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jokowi: Yang Namanya Pembangunan Infrastruktur, Multiplier Effect-nya Kemana-mana


Jumat, 15 April 2022 / 03:10 WIB
Jokowi: Yang Namanya Pembangunan Infrastruktur, Multiplier Effect-nya Kemana-mana


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pentingnya infrastruktur yang memiliki dampak ke semua pihak atau multiplier effect. Infrastruktur sendiri akan mendukung daya saing dari produk-produk yang diproduksi oleh Indonesia. Atas dasar itu, pemerintah membentuk Indonesia investment authority (INA).

Jokowi mengakui pembangunan infrastruktur kerap kali terkendala oleh pembiayaan. Tidak adanya alternatif pembiayaan yang dimunculkan membuat pembangunan infrastruktur kerap berjalan kurang baik.

"Oleh sebab itu karena pentingnya yang namanya infrastruktur yang multiplier effect-nya akan ke mana-mana. Kita munculkan yang namanya INA Sovereign wealth fund kita Indonesia investment authority (INA) yang dikomandanni oleh Pak Ridha," jelas Jokowi dalam Kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (14/4).

INA adalah sebuah alternatif skema pembiayaan yang disebutnya belum pernah terpikirkan oleh Indonesia sebelumnya. Pasalnya, dahulu pembangunan infrastruktur di Indonesia hanya mengandalkan APBN, BUMN atau hanya swasta.

"Dan hari ini saya sangat senang telurnya pecah dan sudah ditandatangani tadi nilainya kurang lebih Rp 39 triliun lebih," imbuhnya.

Baca Juga: Bakal Jatuh Tempo, Obligasi Bank Mandiri Raih Peringkat idAAA dari Pefindo

Langkah ini dinilai akan memberikan efek kepercayaan baik domestik maupun dari internasional terhadap cara-cara pengelolaan keuangan pemerintah. Jokowi mengatakan, manajemen tata kelola yang baik di INA akan mampu menumbuhkan kepercayaan dari internasional maupun domestik, sehingga akan banyak investasi masuk melalui INA.

"Dan INA bisa nanti bekerjasama dengan BUMN maupun swasta yang kita harapkan akan memberikan efek ekonomi terhadap negara kita," paparnya.

Jokowi menambahkan, untuk pembangunan sebuah proyek jalan tol memerlukan biaya yang tinggi. Misalnya saja jalan tol trans Sumatra, jika dihitung per kilometer dibutuhkan biaya pembangunan Rp 90 miliar hingga Rp 110 miliar.

Dengan biaya yang besar tersebut maka, alternatif pembiayaan diperlukan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang akan memiliki multiplier effect.

"D saya senang itung-itungan terakhir yang Bakaheuni sampai Terbanggi Besar, Terbanggi Besar sampai ke Kayu Agung, IRR-nya, internal rate of return sudah mencapai mungkin 9-10. Betul Pak Ridha? 9-10, dan yang di Jawa, kalau di Jawa biasanya sudah 12-13 sudah pasti dapat," ungkapnya.

Baca Juga: Pemerintah Tengah Godok RPP Tentang Pendanaan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara

Ia menceritakan, selama 40 tahun lebih Indonesia baru membangun jalan tol sepanjang 780 kilometer. Kemudian pada tahun 2014 kita pemerintah mendorong agar semua jalan tol yang ada dapat tersambungkan, baik trans Jawa maupun trans Sumatra serta beberapa jalan tol di Kalimantan dan Sulawesi. Jokowi menyebut selama tujuh tahun ini sepanjang 1.900 kilometer jalan tol terbangun.

Diharapkan dengan penandatanganan ini akan menjadi pemantik kepercayaan investor baik domestik ataupun internasional menanamkan investasinya lewat INA.

"InsyaAllah akan semakin besar investor-investor yang akan masuk ke Indonesia lewat INA, bukan hanya jalan tol tetapi untuk proyek besar yang memberikan efek ekonomi terhadap negara kita," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Penandatanganan Perjanjian Induk antara INA dengan PT Hutama Karya serta konfirmasi dimulainya transaksi dengan Waskita Toll Road adalah realisasi pembiayaan yang sifatnya inovatif. Skema pembiayaan baru ini akan mengakselerasi pembangunan infrastruktur yang melibatkan investasi baik domestik ataupun internasional.

Sri menyebut saat ini ada 54 proyek jalan tol yang dikategorikan proyek strategis nasional. Akselerasi pembangunan infrastruktur merupakan pilar yang penting dalam memajukan ekonomi terutama memajukan daya saing dan produktivitas.

Baca Juga: Kinerja Wijaya Karya (WIKA) Kurang Memuaskan di 2021, Begini Prospeknya Tahun 2022

Pembangunan infrastruktur juga memerlukan pendanaan yang besar. RPJMN menyebutkan kebutuhan pendanaan untuk infrastruktur mencapai Rp 6.445 triliun, sedangkan APBN menyediakan Rp 2.385 triliun atau 37% dari kebutuhan. Hal ini belum diperhitungkan jika terdapat realokasi anggaran seperti saat terjadi pandemi. Maka untuk melanjutkan pembangunan tak hanya dapat mengandalkan APBN, peranan BUMN dan swasta juga sangat menentukan.

"Kita di Kementerian Keuangan akan terus lakukan reformasi fiskal, kita akan perbaiki sisi penerimaan baik itu pajak bea cukai ataupun PNBP, sisi belanja makin berkualitas baik belanja pusat ataupun daerah dan sisi pembiayaan yang prudent serta inovatif," kata Sri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×