Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum tercapainya swasembada pangan menyebabkan ketergantungan pada impor komoditas pangan masih tinggi. Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan nilai impor barang konsumsi sepanjang bulan Januari-Juni 2018 mencapai USD 8,18 miliar, atau naik 21,64% dibanding periode yang sama tahun lalu (year-on-year).
Menurut BPS, komoditas pangan seperti beras, gula, dan kedelai, menjadi penyumbang terbesar kenaikan impor barang konsumsi itu. Tingginya ketergantungan impor akan mengganggu ketahanan pangan nasional
Selain itu, peningkatan kebutuhan akan protein hewani juga semakin tinggi. Penelitian dari pakar ekonomi pertanian, Bustanul Arifin, memprediksi bahwa konsumsi unggas menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan dengan produk hewani lainnya, yaitu 22,1% pada tahun 2025 menjadi 9,13 kilogram per kapita per tahun.
Konsumsi daging sapi juga diprediksi meningkat sebesar 10,3% menjadi 2,79 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2025. Bila tidak diantisipasi, negara akan mengalami defisit kebutuhan ayam dan daging, yang juga akan mengganggu ketahanan pangan nasional.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan peran swasta serta masyarakat petani dan peternak untuk bersama dengan pemerintah menghadapi tantangan ketahanan pangan ini.
Rachmat Indrajaya, Direktur Corporate Affairs PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) menyampaikan sektor swasta dan masyarakat perlu berkolaborasi membuat program kemitraan yang tidak hanya akan meningkatkan kapasitas produksi. Namun juga menyejahterakan petani dan peternak, serta menciptakan ekonomi yang berkelanjutan atau sustainable.
"Kemitraan ini sejalan dengan nafas hidup JAPFA untuk berkembang menuju kesejahteraan bersama berlandaskan asas saling menguntungkan antara sektor swasta dengan petani dan peternak,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (19/10).
Menurut Rachmat, sektor swasta dituntut berfikir kreatif menciptakan program kemitraan dengan melibatkan sejumlah pihak, seperti perbankan, asuransi, perusahaan penyedia jasa pendampingan, dan masyarakat tani maupun ternak.