kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

KA Bandara, sudah ada iming-iming diskon tetap saja susah penuh penumpang


Selasa, 30 Juli 2019 / 19:43 WIB
KA Bandara, sudah ada iming-iming diskon tetap saja susah penuh penumpang


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Waktu menunjukkan pukul 19.10 WIB, awal pekan ini, ketika Salma mulai menaiki elevator menuju kereta layang di Terminal 3, Bandara Soekarno-Hatta. Ia berniat menggunakan KA Bandara untuk pulang ke rumah karena iming-iming diskon tarif 57%.

Wajah lelah dan bingung Salma tak bisa disembunyikan ketika bertanya kepada dua petugas keamanan. Ia baru mendapat informasi bahwa diskon 57% tidak bisa dibeli secara langsung. Untuk menikmati diskon tersebut, ia harus melakukan reservasi online terlebih dahulu melalui aplikasi atau web.

Usai reservasi pun masih perlu menunggu paling tidak sejam sebelum keberangkatan. Dus, ia terpaksa membayar full sesuai tarif, pasalnya suaminya yang bekerja di Sudirman sudah siap menjemput. "Bawaan saya banyak, suami juga sekalian pulang kerja di Sudirman biar sekalian," ujarnya.

Baca Juga: Bulan ini, Railink beri diskon 57% harga tiket Kereta Api Bandara

Berbagai cara memang dilakukan Railink untuk menggenjot load factor penumpang dari dan ke Bandara Soekarno-Hatta. Diskon ini menjadi andalan Railink mengerek tingkat keterisian yang saat ini baru mencapai 4.000-4.400 penumpang per harinya.

Sayang, penerapan diskon tarif harga tiket tersebut tak lantas mengerek load factor KA Bandara. Saking rendahnya okupansi, kereta enam rangkaian dengan 272 kursi tersebut bahkan menjamin setiap penumpangnya bisa mendapatkan tempat duduk.

Sayang manajemen Railink enggan menjawab pertanyaan Kontan.co.id soal efektivitas diskon tarif terhadap load factor. Bahkan promo diskon tarif tersebut diperpanjang dari semula akhir bulan ini, menjadi akhir bulan depan.

Baca Juga: Strategi Operator MRT dan LRT Memenuhi Target Okupansi

Kalau mau ditilik, sebenarnya integrasi moda transportasi KA Bandara baik dengan commuterline, MRT maupun Trans Jakarta sudah cukup baik. Misalnya bagi pengguna yang ingin ke Depok atau Bekasi, bisa transit di Stasiun Duri untuk menyambung dengan commuterline.

Pun dengan penumpang yang ingin menyambung dengan moda MRT dan Trans Jakarta yang bisa turun di Stasiun BNI Sudirman untuk berjalan kaki melalui Lobby Utara ke Stasiun Dukuh Atas. "Saya tujuan Pasar Rebo, tidak bisa naik KA Bandara. Tetapi memang kalau tarifnya murah ingin coba juga," ujar Hamdan.

Pengalaman Kontan.co.id, untuk mencapai Senayan dari Bandara Soekarno-Hatta saja, kami harus merogoh kocek Rp 75.000. Rinciannya Rp 70.000 tiket KA Bandara dan Rp 5.000 tiket MRT Dukuh Atas-Senayan. Padahal kalau menggunakan Bus Damri hanya Rp 40.000 saja dari Bandara Soekarno Hatta.

Dari 12 baris gerbong tengah dengan konfigurasi empat kursi per baris, hanya terisi sekitar 30% saja.

Baca Juga: KAI akan sambungkan jalur kereta api Bandung dan Cirebon langsung ke Bandara Soetta

Pemerintah memang memiliki persoalan besar di sektor transportasi, sebab untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum diperlukan kebijakan yang tepat. Apalagi, saat ini ketergantungan masyarakat terhadap transportasi umum masih sangat rendah.

Djoko Setijowarno, Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengatakan pemerintah harus memaksa masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. Ia melihat, KA Bandara yang load factor-nya baru menyentuh 13% menandakan antusiasme masyarakat yang kurang.

"KA Bandara belum maksimal karena naiknya dari BNI City, padahal dirancang naiknya dari Manggarai. Akses ke Manggarai juga harus bagus, kalau aksesnya tidak bagus penumpang juga hilang," ujarnya.

Ia menyebut perlu ada kebijakan push and pull strategies untuk memindahkan penguna kendaraan pribadi ke transportasi umum. Mulai dari pemberlakuan road pricing, pembatasan kendaraan bermotor hingga pembatasan parkir on street.

Baca Juga: Perpres mobil listrik masih tersendat, Jonan sebut masih ada perdebatan antar menteri

Selain itu, optimalisasi angkutan rel serta integrasi antarmoda, restrukturisasi angkutan bus kecil, penertiban angkutan liar sampai peningkatan kualitas pedestrian perlu dilakukan. Jadi persoalan transportasi tak hanya tarif tetapi juga kebijakan yang mendukung.

"Tidak hanya menyediakan moda transportasi baru saja, tetapi harus berani memindah," lanjutnya.

Di luar itu, saat ini masyarakat Jakarta sudah terlalu bergantung dengan sepeda motor. Sehingga pemberlakuan tarif selalu dinilai berdasarkan cost penggunaan sepeda motor. Padahal tarif transportasi umum yang ada saat ini masih cukup terjangkau.

"Masalah tarif transportasi umum menurut saya murah ya, cuma keengganan berjalan kaki itu luar biasa. Keluar saja harus naik sepeda motor ini sulitnya, susah sekali mengalihkan itu kecuali ada pembatasan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×