Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Prospek bisnis batubara kian suram saja. Batubara, sebagai sumber energi mulai dijauhi konsumen dengan alasan menimbulkan efek gas buang yang berbahaya. Terbaru, Pemerintah Beijing, China, memutuskan melarang penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik di enam distrik utamanya mulai 2020 nanti.
Mengutip laporan kantor berita Xinhua seperti dikutip Reuters, pekan lalu, keputusan itu diambil Ibukota China tersebut sebagai simbol untuk memerangi polusi udara. Keputusan itu ditetapkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan Beijing atau Beijing Municipal Environmental Protection Bereau.
Keenam distrik di Beijing yang bakal meninggalkan penggunaan batubara adalah Dongcheng, Xicheng, Chaoyang, Haidian, Fengtai dan Shijingshan. Menurut data resmi yang dikutip Xinhua, di tahun 2012 lalu, 25% kebutuhan energi di Beijing bersumber dari batubara.
Sejatinya tidak hanya batubara saja. Bahan bakar lain yang menimbulkan polusi udara tinggi juga akan dilarang penggunaannya. "Larangan penggunaan bahan bakar dengan tingkat polusi tinggi, akan menjadi cara yang efektif untuk mengurangi emisi polutan," kata Liu Wei, Kepala Deputi manajemen kualitas udara, Beijing Municipal Environmental Protection Bereau, seperti dikutip www.chinadaily.com, pekan lalu.
Sebelum tahun 2020, program pemakaian bahan bakar ramah lingkungan diharapkan sudah mulai diterapkan di Beijing. Targetnya, pada tahun 2017, sudah sekitar 90% kebutuhan energi dipasok dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.
Masih aman
Keputusan Beijing itu membuat cemas produsen batubara Indonesia. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) khawatir, langkah Pemerintah Beijing itu diikuti kota-kota lain di China.
Bila itu terjadi bisa mengancam ekspor batubara ke China. Apalagi, ekspor batubara Indonesia ke China cukup besar. Tahun lalu, mencapai 51,71 juta ton atau 27,77% dari total ekspor batubara.
Menurut Bob Kamandanu, Ketua APBI, ekspor batubara Indonesia lebih banyak masuk ke wilayah pesisir dan sisi selatan China. Jadi, seharusnya kebijakan Beijing itu tidak berdampak signifikan bagi Indonesia. "Saat ini masih akan diberlakukan di Beijing saja, tidak diseluruh wilayah China," ujarnya, kemarin.
Joko Pramono, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga bilang, selama ini PTBA mengekspor batubara berkalori tinggi ke wilayah selatan China. Berdasarkan pengamatan PTBA, tren permintaan batubara dari wilayah selatan China dan Taiwan justru terus meningkat belakangan ini.
Kendati begitu, PTBA terus memantau perkembangan terbaru kebijakan di China. "Mereka tak mungkin menerapkan kebijakan ini secara serentak di seluruh China, karena itu akan mengguncang ekonomi China," imbuh dia
Sebetulnya, ancaman meninggalkan batubara sebagai sumber energi tidak hanya sekali terjadi di China. Pada tahun 2013 lalu, China juga sempat ingin melarang impor batubara berkalori rendah. Namun ujungnya, rencana tersebut urung dilaksanakan, meski pada akhirnya China mengutip bea impor batubara sebesar 3%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News