Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta audit gula rafinasi dikecualikan bagi kawasan timur Indonesia. Sebab, wilayah itu mengalami defisit pasokan yang tidak dapat dipenuhi produksi gula kristal putih.
"Karena produksi gula kristal tidak mencukupi maka selama ini gula rafinasi yang mengisi," ucap Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi, dan Logistik Natsir Mansyur, Kamis (6/10).
Dia memahami, pemerintah berniat untuk menertibkan kasus rembesan gula rafinasi di tingkat konsumen. Gula rafinasi, seperti diketahui, seharusnya digunakan untuk konsumsi industri makanan dan minuman (mamin).
Namun, kawasan timur Indonesia yang membutuhkan gula kristal putih sebanyak 600.000 ton per tahun itu selalu kekurangan pasokan. Apalagi, produksi gula kristal putih wilayah itu hanya sekitar 60.000 ton. Akibatnya terjadi defisit sebesar 540.000 ton.
Saking masifnya penggunaan gula industri itu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) menyebut, penyebaran gula rafinasi telah meluas hingga Sulawesi, Kalimantan, NTB, NTT, dan Bali.
"Saya tahu di Jawa mudah pasokan gula kristal putih jadi tidak ada masalah soal gula rafinasi. Masalahnya, timur Indonesia kesulitan pasokan," katanya.
Dia pun mengharapkan, audit itu segera rampung agar menjadi pedoman pembuatan kebijakan untuk nasib pasokan gula di kawasan timur Indonesia.
Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Gunaryo, pernah menjanjikan segera merampungkan audit gula rafinasi sejak proses itu dimulai Juni 2011. Audit dilakukan terhadap delapan perusahaan pengimpor gula rafinasi.
Delapan pabrik gula rafinasi itu meliputi, PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, PT Sentra Usahatama Jaya, dan PT Pertama Dunia Sukses Utama. Juga, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Sugar Labinta, PT Duta Sugar International, dan PT Makassar Tene. Selain membidik pabrik gula rafinasi, audit pun akan dilakukan hingga tingkat distributor dan perusahaan pengguna.
Ketua APTRI Soemitro Samadikoen menyebut, perembesan tersebut berdampak terhadap anjloknya harga lelang. Harga lelang tahun ini, turun hingga Rp 7.380 per kg meski memang secara perlahan mulai bergerak hingga Rp 7.800 per kg akibat gencarnya investigasi.
Rembesan gula rafinasi hingga tingkat konsumen terjadi lantaran pemberian izin impor gula rafinasi yang melebihi jatah. Namun, kementerian itu enggan berasumsi tentang kemungkinan tersebut. Sebagai informasi, impor gula rafinasi untuk 2011 ditetapkan sebesar 2.420 juta ton, hingga Mei 2011 sudah terealisasi 833.000 ton yang setara dengan 34,45% dari kuota.
Apabila ternyata audit membuktikan adanya rembesan gula rafinasi maka perusahaan tersebut berpotensi mendapat sanksi berupa pengurangan kuota impor sampai pencabutan izin impor gula rafinasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News