Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha angkat bicara soal kekhawatiran adanya ratalisasi atau tindakan 'balas dendam' dari Cina saat pemerintah menerapkan bea impor ganda.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani mengakui adanya potensi retalisasi. Namun menurutnya hal ini bergantung pada instrumen penerapan bea masuk yang akan digunakan.
Jika pemerintah hanya menerapkan instrumen Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), maka Cina maupun negara lainya tidak berhak untuk retalisasi, khususnya jika ada bukti bahwa produsen asal Cina melakukan dumping yang merusak harga pasar produk lokal.
"Yang bisa mereka lakukan hanya mengajukan banding terhadap putusan anti-dumping Indonesia di level Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)," kata Shinta pada Kontan.co.id, Selasa (16/7).
Baca Juga: Kebijakan Bea Impor Tambahan Berisiko Picu Balas Dendam China, Ini Kata Ekonom
Sebaliknya, jika yang digunakan pemerintah adalah penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), maka Cina dan semua negara yang dirugikan berhak meminta kompensasi dari Indonesia.
Apalagi, bila tidak ada kesepakatan kompensasi dagang yang bisa dicapai antara Indonesia dengan negara yang berkeberatan, maka negara yang merasa dirugikan diperbolehkan melakukan tindakan balasan atau teralisasi terhadap Indonesia.
"Pengaturan ini ada dalam ketentuan pengamanan dari WTO," ungkap Shinta.
Baca Juga: DPR Pertanyakan Efektivitas Rencana Penerapan Bea Impor Tambahan
Untuk itu, Shinta meminta kepada pemerintah agar mengambil langkah yang bijak dan rasional dalam memilih instrumen pengamanan perdagangan.
Meski begitu, menurutnya sebagian besar impor yang memiliki predatory pricing di pasar dalam negeri sebetulnya adalah impor ilegal. Aksi inilah yang lebih dikeluhkan oleh pengusaha karena menyebabkan banyak pabrik dalam negeri bertumbangan.
Impor ilegal ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan tambahan bea masuk ganda baik melalui BMAD ataupun BMTP. Pasalnya, bea impor ini hanya menyentuh produk impor yang secara prinsip sudah legal dan sesuai ketentuan pemerintah.
"Untuk itu, kami harap aspek penegakan hukum terhadap impor ilegal ini yang menjadi fokus utama saat ini karena pembiaran terhadap aktifitas impor ilegal sudah berjalan terlalu lama," tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Franciska Simanjuntak tak khawatir jika bea impor double ini menimbukan tindakan reliasi dari negara yang menerima kebijakan tersebut. Menurutnya kebijakan ini sudah sesuai dengan aturan perdagangan dunia. Selain itu, pemerintah Indonesia sendiri juga memiliki landasan hukum yang jelas tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
Selain itu, setiap negara anggota WTO juga berhak melakukan hal yang serupa apabila industri lokal mereka terancam gempuran produk impor.
"Jadi dengan ini maka kami mungkin bisa menyatakan kalau negara-negara lain juga melakukan dan mempunyai hak yang sama seperti yang kami lakukan apabila syarat-syarat terpenuhi untuk penerapan BMAD dan BMTP," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News