kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.195   57,00   0,35%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

Kalau belum siap, INACA desak liberalisasi langit Indonesia ditunda


Kamis, 17 November 2011 / 15:49 WIB
Kalau belum siap, INACA desak liberalisasi langit Indonesia ditunda
ILUSTRASI. Pemerintah berupaya mendistribusikan vaksin Covid-19 tahun depan.


Reporter: Rika | Editor: Edy Can

NUSA DUA. Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia, INACA, meminta pemerintah menahan liberalisasi udara sampai benar-benar siap. Menuju kebijakan langit terbuka ASEAN alias Open Sky Policy yang berlaku bertahap sampai tahun 2015, maskapai meminta pemerintah menegosiasikannya agar berjalan seimbang di kedua pihak.

"Masalahnya bagaimana pemerintah mendukung asas timbal balik (reciprocity) antar negara," kata Ketua INACA yang juga Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar, Kamis (17/11).

Contohnya, dalam membuka penerbangan ke negara tetangga, maskapai Indonesia tak semudah maskapai lain membuka penerbangan kemari. "Dulu, operator kargo kita ingin buka ke salah satu negara ASEAN. Tapi sebelum memberi izin, negara itu minta agar kita mendapat no objection dulu dari operator-operator di sana. Di kita ini tidak ada," jelasnya.

Apalagi langit Indonesialah yang terbesar, otomatis pasarnya pun terbesar di antara negara-negara ASEAN lainnya. Pada 2011, penumpang domestik dan internasional diprediksi sudah hampir 80 juta. Sampai tahun 2015, kata Emir, jumlah itu menjadi 140 jutaan. “Dengan populasi 240 juta, negara berkembang, negara kepulauan, mau tak mau market kita besar,” kata Emir. Ini merupakan posisi tawar Indonesia.

Tapi sebaliknya, ini pun menimbulkan risiko yang lebih besar dengan berjalannya open sky ASEAN. Misalnya, yang saat ini terjadi, dengan jumlah kota kita yang lebih banyak, jatah terbang maskapai ASEAN ke negara kita tentu lebih besar dari jatah penerbangan Indonesia ke negara lain. "Kita ingin asas resiprokal di sini juga," kata Emir.

Kebijakan Open Sky ASEAN yang membebaskan maskapai suatu negara untuk melayani jasa penerbangan di negara lainnya di kawasan ASEAN sudah berjalan sebagian sejak 2008. Sampai sekarang, Indonesia baru memberlakukannya pada 5 bandara internasional, yaitu Bandara Soekarno Hatta, Juanda, Hasanuddin, Ngurah Rai, dan nantinya bandara Kuala Namu di Medan. Sedangkan bandara internasional lainnya bisa melayani penerbangan regional dengan perjanjian bilateral antar negara.

Dalam perjanjian ini, diatur slot atau hak penerbangan berbentuk fifth freedom of rights. Artinya, sebuah maskapai bisa terbang dari negara asal ke negara kedua, lalu melanjutkan penerbangannya ke negara ketiga. Misalnya, Garuda bisa terbang dari Jakarta ke Singapura, lalu lanjut ke Australia.

Emir mengatakan kebijakan open sky itu akan berjalan bertahap dan semakin banyak bandara yang dibuka pada 2015, lantas pada 2020 berlaku penuh.

Tapi, kata dia, jika asas resiprokal belum bisa berjalan, sebaiknya tak ada lagi bandara internasional yang dibuka untuk open sky. "Sampai 2015, kita ingin agar hanya 5 itu saja," imbuhnya.

Di luar itu, ia melihat sektor penerbangan Indonesia harus segera membereskan kendala infrastruktur berupa kelayakan bandara. "Study World Economic Forum mengukur infrastruktur transport udara dari skala 1-7. ASEAN rata-rata skala 5. Yang di atas 5 antara lain Singapura, Malaysia, dan Thailad. Sedangkan Indonesia, Vietnam, Filipina masih di bawah 5," papar Emir.

Dari sisi pelaku bisnis sendiri, Emir menyatakan maskapai Indonesia sudah mulai bersaing dengan banyaknya penambahan armada baru berkat pendanaan yang mudah. Yang masih terkendala adalah sumber daya manusianya. Maklum, jumlah pilot Indonesia masih terbatas.

Garap pasar ASEAN

Menurut Emir, pangsa pasar penerbangan hemat di ASEAN makin besar. "Sekitar 30% sekarang, di 2008 masih 20%-an. Karenanya kita sudah meluncurkan Citylink," jelasnya.

Selain itu, Garuda sudah menambah jumlah penerbangannya untuk rute Kuala Lumpur dari 2 kali menjadi 3 kali, dan dua kali penerbangan untuk tujuan Bangkok. Saat ini perushaan sedang menimbang pasar Filipina dan Vietnam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×