Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Progres produksi obat biosimilar PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) masih terus berjalan. Sejak menanamkan investasi lewat PT Kalbio Global Medika dengan membangun pabrik biosimilar di Cikarang. Perseroan tengah menyiapkan pemasaran produk tersebut di tahun ini.
Sie Djohan, Direktur Pengembangan Bisnis PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengatakan, saat ini pabrik tersebut telah mampu memproduksi dua jenis obat biosimilar. "Satu jenis granulocyte untuk stimulus sel darah putih dan satu lagi erythropoietin yang mampu menstimulus sel darah merah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (22/2).
Dikarenakan proses produksi yang rumit dan sertifikasi membutuhkan waktu lama, KLBF masih terus mengupayakan realisasi bisnis obat biosimilar ini. "Setelah enam bulan kami lihat stabilitas produknya, dan terus didokumentasikan untuk laporan ke BPOM. Harapannya akhir tahun ini produk sudah bisa diedarkan," terang Djohan.
Djohan menambahkan, perusahaannya memiliki kemampuan produksi yang terbilang besar, dengan kapasitas terpasang mencapai 10 juta syrene (suntikan) per tahunnya. Kapasitas tersebut diyakini mampu memenuhi kebutuhan akan obat biosimilar di Indonesia hingga tahun 2025.
Sayangnya Djohan belum bisa membeberkan berapa jumlah produksi yang bakal direalisasikan tahun ini. Namun ia menggambarkan permintaan obat biosimilar di Indonesia masih dipenuhi oleh impor dari China, Korea Selatan dan Amerika Latin.
Setelah pabrik berproduksi komersial, Djohan percaya diri KLBF mampu meraup pangsa pasar produk biosimilar di dalam negeri sebesar 50%. "Untuk kebutuhan dalam negeri saja diperkirakan masih 2 juta styrene per tahunnya," imbuhnya.
Ke depannya perusahaan masih sangat terbuka untuk menambah portofolio produk obat biosimilarnya. Kata Djohan kemungkinan dalam bentuk kerjasama transfer teknologi, KLBF juga tidak menutup opsi bakal diadakannya joint venture dengan pihak eksternal.
"Kami juga ingin persiapkan portofolio produk baru. Misalnya untuk produksi insulin bagi penderita diabetes atau antibodi monoklomal yang dipergunakan pasien kanker," bebernya.
Saat ini, kata Djohan, KLBF sudah menghabiskan investasi Rp 500 miliar untuk pembangunan dan pengembangan fasilitas pabrik obat biosimilar tersebut. Untuk sementara belum ada investasi terbaru, namun ke depannya dibandingkan pembangunan pabrik dana untuk riset produk akan jauh lebih besar.
Untuk tahap awal, Djohan mematok setelah produk obat biosimilar beredar komersil porsi penjualannya bisa mencapai sekitar 10% dari total pendapatan obat resep KLBF. "Kontribusinya diharapkan semakin besar, di mana dalam lima tahun mendatang bisa 25%-30%," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News