kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kantong Arpeni masih bolong


Jumat, 15 November 2013 / 07:15 WIB
Kantong Arpeni masih bolong
ILUSTRASI. Rekomendasi Menu Sarapan Sehat dan Enak untuk Program Diet. dok/Cooking Classy


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk (APOL) kembali gagal meraup keuntungan di tahun ini. Meski baru memasuki kuartal IV-2013, manajemen perusahaan perkapalan dan  pengangkutan komoditas melalui laut itu memperkirakan akan kembali menanggung rugi tahun ini.

Hanya saja, lewat efisiensi, manajemen Arpeni berupaya menekan nilai kerugian dibanding tahun 2012. Tahun lalu, Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation and Amortization (EBITDA) masih negatif 8,1%. "Harapan kami, tahun ini bisa berkurang menjadi tinggal negatif 2%," kata Dria Soetomo, Sekretaris Perusahaan APOL, kepada KONTAN, Kamis (14/11).

Menurut Dria, pada akhir kuartal III-2013, nilai EBITDA APOL masih berada pada level negatif 6,6%. Dengan begitu, manajemen APOL masih memiliki pekerjaan rumah cukup besar untuk menurunkan angka tersebut.

Nah, Dria mengaku optimistis target tersebut dapat dicapai. Manajemen Arpeni sudah menempuh berbagai upaya untuk penghematan.

Guna menekan angka kerugian, Arpeni tengah mencoba melakukan efisensi dengan menganalisis perjalanan armada kapal mereka. Kata Dria, dengan mengukur tingkat penggunaan bahan bakar dan keuntungan dari perjalanan kapal yang dikelolanya, cara itu akan dapat membantu mengatur pengeluaran perusahaan.

Efisiensi terutama dilakukan pada kapal jarak jauh karena kecepatannya yang lebih stabil dan tidak terlalu memakan banyak bahan bakar dibandingkan dengan kapal jarak pendek yang lebih banyak berhenti.

Sementara, guna menggenjot pemasukan, Arpeni memilih memaksimalkan pemasukan dari pengangkutan komoditas curah kering, seperti kedelai, bijih besi, dan batubara ke luar negeri di luar  kawasan Asia. "Di dalam negeri, kami akan berupaya mempererat kerjasama dengan PT PLN dan PT Pertamina sebagai pelanggan lama," imbuhnya. Sayang, Dria tidak menjelaskan lebih lanjut rencana ini.

Dampak rupiah

Sebagai gambaran, salah satu kegagalan Arpeni meraup keuntungan tahun ini adalah depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Akibatnya, akhir September 2013, beban keuangan Arpeni melonjak drastis mencapai 213%, yaitu dari senilai Rp 88,8 miliar tahun lalu menjadi sekitar Rp 278,1 miliar.

Bukan hanya itu, beban bunga yang harus ditanggung perusahaan ini sepanjang kuartal III-2013 juga meningkat. Kenaikannya sekitar 10% menjadi Rp 106,1 miliar, dari Rp 96,9 miliar pada periode sama tahun lalu.

Di sisi lain, pendapatan Arpeni juga merosot 5% dari Rp 880,9 miliar menjadi Rp 883,1 miliar. Hasil itu kian menyulitkan pencapaian target pendapatan tahun 2013 yang dipatok sebelumnya, yakni sebesar Rp 1,4 triliun.

Menurut Dria, selain depresiasi rupiah, kelesuan produksi batubara sepanjang tahun ini turut menjadi penyebab penurunan pendapatan Arpeni. Ia mencontohkan, tahun lalu produksi batubara bisa mencapai 230,8 juta ton. Sementara tahun ini hanya sekitar 86,4 juta ton.

Lantaran kondisi itulah, tahun ini Arpeni tidak membeli kapal lagi. Bahkan pada Februari kemarin, APOL telah menjual kapal MT Srikandi kepada PT Pelayaran Parnaraya Nusantara dengan harga jual US$ 1,82 juta.

Menurut Dria, belanja modal (capital expenditure) tahun 2013 sendiri memang tidak dialokasikan untuk pembelian kapal. Dana senilai US$ 2 juta itu dipakai untuk mengimplementasikan perangkat lunak Windows 8 Enterprise dengan menggandeng Microsoft Indonesia.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×