Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. PT Agincourt Resources (PTAR), entitas usaha PT United Tractors Tbk (UNTR), angkat bicara terkait penghentian sementara operasional tambang emas Martabe.
PTAR memastikan seluruh aktivitas produksi telah berhenti total sejak 6 Desember 2025, mengikuti arahan pemerintah sekaligus memfokuskan sumber daya perusahaan pada penanganan darurat bencana di wilayah terdampak.
Senior Manager Corporate Communications PTAR, Katarina Siburian Hardono, mengungkapkan perusahaan menghormati sepenuhnya kewenangan pemerintah.
"PTAR menghormati sepenuhnya kewenangan pemerintah. Kami akan mengikuti seluruh prosedur serta memberikan data yang diperlukan kepada otoritas informasi kepada KLH/Gakkum melalui mekanisme resmi. PTAR terbuka dan kooperatif terhadap proses verifikasi oleh otoritas melalui mekanisme resmi," kata Katarina kepada Kontan, Senin (8/12/2025).
Baca Juga: Tambang Martabe Dituding Penyebab Banjir di Tapsel, Bahlil: Masih Lakukan Evaluasi
Katarina berharap proses verifikasi berjalan objektif dan mampu meredam simpang siur informasi. Menurut dia, hasil audit lingkungan dapat menjadi dasar mitigasi risiko bencana ke depan.
Katarina menambahkan, PTAR beroperasi berdasarkan izin sah dan telah menjalankan praktik pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan pemerintah. Rekam jejak perusahaan, seperti capaian PROPER Hijau dari KLHK dan penghargaan Good Mining Practice dari Kementerian ESDM, disebut menjadi indikator tata kelola yang telah sesuai kaidah pertambangan yang baik.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menghentikan sementara operasional tiga perusahaan yang dinilai berkontribusi terhadap meningkatnya tekanan ekologis di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Garoga, wilayah yang terdampak banjir besar dan longsor di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan penghentian sementara ini dilakukan setelah inspeksi udara dan darat yang mengindikasikan adanya tekanan ekologis signifikan di kawasan tersebut.
Baca Juga: Walhi Soroti Tambang Martabe di Tengah Bencana Sumut 2025
“Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan. Kami telah memanggil ketiga perusahaan untuk pemeriksaan resmi pada 8 Desember 2025 di Jakarta,” kata Hanif dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (7/12/2025).
Hanif menegaskan kawasan Batang Toru dan Garoga memiliki fungsi ekologis strategis yang tidak boleh dikompromikan. Kondisi semakin rentan akibat curah hujan ekstrem yang mencapai lebih dari 300 mm per hari. Karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan usaha di lanskap tersebut menjadi keharusan.
“Kami akan menghitung kerusakan, menilai aspek hukum, dan tidak menutup kemungkinan proses pidana jika ditemukan pelanggaran yang memperparah bencana,” tegasnya.
KLH/BPLH kini memperketat verifikasi persetujuan lingkungan dan kesesuaian tata ruang untuk seluruh aktivitas di lereng curam, hulu DAS, dan alur sungai. Penegakan hukum menjadi langkah yang akan ditempuh apabila ditemukan pelanggaran yang meningkatkan risiko bencana ekologis.
“Kami tidak akan ragu menindak tegas setiap pelanggaran. Penegakan hukum lingkungan adalah instrumen utama untuk melindungi masyarakat dari bencana yang bisa dicegah,” tambah Hanif.
Baca Juga: Kokoh Inti (KOIN) Gandeng Hokkaido Poracon Kembangkan Beton Berpori Atasi Banjir
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH/BPLH, Rizal Irawan, menambahkan hasil pemantauan udara menunjukkan adanya pembukaan lahan masif dari berbagai aktivitas usaha di kawasan tersebut. Pembukaan lahan itu memperbesar tekanan pada DAS dan memicu erosi serta turunnya material kayu dalam jumlah besar.
“Dari overview helikopter, terlihat jelas aktivitas pembukaan lahan untuk PLTA, hutan tanaman industri, pertambangan, hingga kebun sawit. Tekanan ini mempertinggi risiko banjir bandang dan longsor. Pengawasan akan diperluas ke Batang Toru, Garoga, dan DAS lain di Sumatera Utara,” ujar Rizal.
KLH/BPLH memastikan verifikasi lapangan akan terus berlanjut, termasuk terhadap perusahaan-perusahaan lain yang diduga memberikan tekanan besar terhadap ekosistem di Sumut.
Selanjutnya: AAJI Minta Perusahaan Asuransi Jiwa Permudah Dokumen Klaim Korban Banjir Sumatra
Menarik Dibaca: Strategi Mengatur Dana Bertahan Seumur Hidup untuk Para Pensiun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













