kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Kapasitas produksi petrokimia hulu lokal penuhi 70% kebutuhan nasional di 2025


Selasa, 22 September 2020 / 19:24 WIB
Kapasitas produksi petrokimia hulu lokal penuhi 70% kebutuhan nasional di 2025
ILUSTRASI. Suasana kawasan kilang PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2019). PT Pertamina (Persero) berencana mengembangkan kawasan tersebut menjadi pusat industri petrokimia yang terintegrasi dengan kilang nasional. ANT


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) ingin terus mendorong peningkatan kapasitas produksi petrokimia hulu nasional. Targetnya, kapasitas produksi nasional bisa memenuhi 60%-70% dari total kebutuhan dalam negeri pada tahun 2025 mendatang.

Fridy Juwono, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin mengatakan, industri petrokimia hulu memiliki peran yang sentral dalam menopang aktivitas berbagai industri, sebab produk-produk petrokimia dibutuhkan sebagai bahan baku oleh industri-industri turunannya.

Untuk produk etilen misalnya, biasa digunakan untuk membuat kemasan dan plastik. Begitu pula dengan produk-produk petrokimia hulu lainnya yang juga dibutuhkan dalam sektor konstruksi, otomotif, dan lain-lain.

Sayangnya, kapasitas produksi petrokimia hulu nasional saat ini masih terbatas. Menurut catatan Fridy, industri petrokimia hulu di dalam negeri baru bisa memenuhi sekitar 50% dari total kebutuhan nasional.

Baca Juga: Kemenperin memperkuat industri bahan baku obat

Akibatnya, sebagian kebutuhan produk petrokimia hulu sisanya terpaksa dipenuhi melalui impor sehingga defisit perdagangan ekspor-impor di sektor petrokimia secara keseluruhan terkadang menjadi tidak terhindarkan.

Hal ini tercermin misalnya pada realisasi perdagangan ekspor-impor di sektor petrokimia di tahun 2019. Fridy mencatat, impor produk petrokimia secara keseluruhan mulai dari hulu sampai hilir mencapai hampir US$ 20 miliar di tahun 2019, sementara ekspornya hanya mencapai US$ 8 miliar di periode yang sama.

Fridy menduga, minat investasi di sektor petrokimia hulu yang rendah disebabkan oleh tingginya biaya investasi yang diperlukan untuk membangun fasilitas produksi petrokimia hulu.

“Yang jadi masalahnya selama ini kan investasinya besar, lahan yang (dibutuhkan) cukup luas juga kan,” kata Fridy kepada Kontan.co.id, Selasa (22/9).

Dihubungi terpisah, Suhat Miyarso, Direktur Eksekutif Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) menilai bahwa minat investasi yang rendah di bidang industri kimia hulu secara umum dipicu oleh sejumlah faktor.

Selain biaya investasi yang mahal, minat yang rendah juga diduga disebabkan oleh proses pengurusan perizinan yang dinilai masih sulit.

Menurutnya, meski sudah terdigitalisasi, proses pengurusan perizinan di platform Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) masih belum optimal. Di samping itu, izin usaha lokal di tingkat daerah juga masih sulit didapat.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×