kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.931.000   26.000   1,36%
  • USD/IDR 16.472   8,00   0,05%
  • IDX 6.891   58,80   0,86%
  • KOMPAS100 999   8,16   0,82%
  • LQ45 773   6,07   0,79%
  • ISSI 220   2,57   1,18%
  • IDX30 401   2,10   0,53%
  • IDXHIDIV20 474   1,13   0,24%
  • IDX80 113   0,87   0,78%
  • IDXV30 115   0,05   0,04%
  • IDXQ30 131   0,59   0,45%

Karena kualitas merosot, harga minyak nilam turun


Senin, 10 Oktober 2011 / 09:38 WIB
Karena kualitas merosot, harga minyak nilam turun
ILUSTRASI. Karyawan salah satu kantor di Jakarta mengikuti rapaid test yang diadakan salah satu perkantoran di Jakarta./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/21/10/2020.


Reporter: Handoyo |

JAKARTA. Musim kemarau tahun ini rupanya telah mengacaukan hasil panen banyak jenis tanaman. Bukan hanya cengkeh, rumput laut dan kakao, produksi minyak nilam (pogostemon cablin benth) juga terganggu. Akibatnya, produksi minyak nilam tahun ini melorot.

Togar R. Manurung, Ketua Umum Asosiasi Minyak Atsiri Indonesia mengatakan, jamaknya produksi rata-rata minyak nilam nasional berkisar 1.300 ton per tahun. Namun, produksi minyak nilam yang sebagian besar diproduksi di daerah Sulawesi dan Jawa akan merosot hingga 50% pada tahun ini. "Karena termasuk tanaman sensitif, produksi nilam menjadi terhambat," ujar Togar kepada KONTAN, Sabtu (8/10).

Yang juga mengherankan, meskipun suplai berkurang, harga minyak nilam di pasar cenderung turun. Menurut Togar, ini dikarenakan cuaca yang juga menurunkan kualitas pohon nilam. Musim kemarau yang berlangsung sejak Mei hingga Oktober pun menyebabkan banyak pohon nilam layu kemudian mati.

"Kadar patchouli alcohol dalam pohon nilam jadi berkurang," jelas Togar. Padahal, patchouli alcohol merupakan sari nilam yang digunakan sebagai bahan dasar minyak atsiri.

Harga menyusut

Tren penurunan produksi dan harga minyak nilam juga dikemukakan Meika Syahbana Rusli, Ketua Dewan Atsiri Indonesia. Meika menjelaskan, selain faktor musim yang tidak bersahabat, penurunan volume produksi minyak nilam disebabkan oleh siklus produksi yang tidak merata dari waktu ke waktu. "Produksi minyak nilam tidak bisa stabil, pasti ada fluktuasinya" ungkap Meika.

Ia memprediksi, produksi minyak nilam nasional tahun ini hanya akan mencapai 1.000 ton. Jumlah ini merosot 33,33% dibandingkan dengan produksi minyak nilam tahun lalu yang mencapai 1.500 ton. Ini disebabkan produktivitas minyak nilam pun melorot. Mieka menggambarkan, jika tahun lalu 1 hektare (ha) lahan bisa menghasilkan 100 kg-150 kg minyak nilam, maka produktivitas minyak nilam tahun ini hanya akan mencapai 50 kg-75 kg.

Menurutnya, harga minyak nilam di pasar dalam negeri berkisar Rp 400.000-Rp 450.000 per kilogram (kg). Sementara harga minyak nilam di pasar ekspor berkisar US$ 55-US$ 60 per kg. Harga ini sudah melorot dibandingkan dengan harga pada akhir tahun lalu yang sempat menyentuh Rp 750.000 per kg.

Meski harga ini melorot, namun daya tarik minyak nilam tak pernah surut di mata petani. Maklumlah, dibandingkan dengan jenis minyak atsiri lainnya, harga minyak nilam memang lebih tinggi. Bandingkan saja dengan harga cengkeh yang sekitar Rp 140.000 per kg atau US$ 180 per kg untuk pasar ekspor.

Cuaca yang tak menentu pun mempengaruhi masa produksi minyak nilam. Antoni, pemilik UD Agronilam Jabar, Bandung mengatakan, jika normalnya pohon nilam bisa berproduksi hingga 3 kali dalam setahun, kini maksimal hanya 2 kali. Agronilam merupakan pengepul minyak nilam di Jawa Barat. "Musim yang tidak menentu berpengaruh pada masa tanam," ujarnya.

Produksi minyak nilam yang menurun akhirnya mempengaruhi penjualan para petani. Mieka menuturkan, bila petani bisa menghasilkan 150 kg minyak nilam, ia bisa mengantongi omzet Rp 20 juta per tahun. Namun, kalau prodduksi mereka hanya 75 kg, mereka hanya memperoleh tidak lebih dari Rp 10 juta dalam setahun. "Dan dari kalkulasi harga saat ini, petani hanya memperoleh 60%-70% dari biasanya," kata Meika.

Jumlah produksi nilam yang merosot bisa mengakibatkan ekspor minyak atsiri tahun ini akan menyusut juga. Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor minyak atsiri selama Agustus turun dari bulan Juli. Bilan, ekspor minyak atsiri Juli mencapai US$ 51,1 juta, di Agustus hanya mencapai US$ 50,5 juta, atau turun 1,29%.

Ekspor minyak atsiri tahun ini ini sendiri masih lebih baik ketimbang tahun lalu. BPS mencatat, nilai ekspor minyak atsiri Januari-Agustus 2011 mencapai US$ 388,6 juta, atau meningkat 31,27% dari periode sama tahun 2010 yang sebesar US$ 296 juta.

Menurut Mieka, sebanyak 90% produksi minyak nilam Indonesia amat diminati oleh produsen parfum dan wewangian di negara-negara Eropa, Amerika, dan India. "Sebanyak 60% minyak nilam diekspor ke Eropa dan Amerika, 20% ke India, sedangkan 10% sisanya ke negara lain," terang Meika. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×