Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah target pemerintah untuk tetap menjalankan program mandatori biodiesel 50 persen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan 50 persen solar atau B50 pada 2026, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkap potensi penurunan ekspor CPO 1-1,5 juta ton tahun ini.
Menurut Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, potensi penurunan ekspor CPO tahun ini akan mempengaruhi target B50 tahun depan. Ini karena subsidi B50, berasal dari Pungutan Ekspor (PE) CPO.
Sebagai produsen CPO terbesar di dunia, Eddy meminta pemerintah untuk meninjau kembali penerapan B50. Karena tahun ini produksi sawit Indonesia berada pada posisi stagnan, Indonesia harus tetap menyeimbangkan kebutuhan domestik dan ekspor secara bersamaan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Ungkap Sedang Godok Regulasi Baru Soal Harga Biodiesel B40
"Kalau dengan kondisi produksi seperti saat ini sepertinya sulit karena ekspor pun ada kecenderungan turun, sedangkan B50 akan dibiayai dari Pungutan Ekspor (PE) sawit," jelas Eddy saat dikonfirmasi Kontan, Selasa (12/08).
Sebagai gambaran, produksi pada 2024 tercatat sebesar 52 juta ton, sedangkan konsumsi domestik mencapai 23,8 juta ton atau sekitar 45,2% dari total produksi.
Gapki memperkirakan produksi minyak sawit Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 53,6 juta ton. Sementara itu, ekspor diproyeksikan turun menjadi 27,5 juta ton di tahun ini.
Disisi lain, Eddy bilang, Indonesia tidak bisa mengalihkan sepenuhnya suplay dari global ke domestik. Karena jika suply minyak sawit Indonesia berkurang, maka harga minyak nabati dunia memiliki potensi untuk naik dan berpengaruh pada disparitas harga antara CPO dan solar, sebagai campuran lain dalam biodiesel.
"Apabila suply minyak sawit Indonesia kurang ke dunia maka harga minyak nabati dunia pun kemungkinan akan naik. Kalau nanti harga minyak fosil (solar) lebih jauh lebih murah dari minyak sawit maka insentif biodisel akan semakin besar," jelas Eddy.
"Jadi sebaiknya ditinjau kembali kebijakan B50," tambahnya.
Sebelumnya dalam catatan Kontan, penerapan B50 akan tetap dilaksanakan pada tahun 2026, meskipun menurut Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi pihaknya masih belum bisa menentukan waktu persis B50 dilaksanakan.
Adapun, saat ini menurut dia, masih diperlukan road test atau Uji Jalan Kendaraan B50 yang memakan waktu sekitar enam bulan, sebelum menentukan kesiapan dari mandatori tersebut.
"Karena kan kalau bisa mulai tahun ini, ini udah Agustus, kalau pengalaman sih antara enam sampai delapan bulan (road test)," ungkap Eniya.
Baca Juga: Kinerja Emiten CPO Grup Salim Tumbuh Subur
Selanjutnya: Saham ANTM Ditutup Melemah 1,36% pada Perdagangan Selasa, 12 Agustus 2025
Menarik Dibaca: Tengok Ramalan Zodiak Karier & Keuangan Besok Rabu 13 Agustus 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News