kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45932,69   4,34   0.47%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata Apindo soal penurunan kinerja manufaktur Indonesia pada Agustus 2019


Selasa, 03 September 2019 / 23:21 WIB
Kata Apindo soal penurunan kinerja manufaktur Indonesia pada Agustus 2019
ILUSTRASI. Pameran manufaktur


Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja manufaktur Indonesia pada Agustus 2019 mengalami perlambatan. Menurut IHS Markit, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia berada di posisi 49,0. Penurunan ini adalah penurunan paling tajam dalam kurun waktu dua tahun lebih.

Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai pertumbuhan industri manufaktur Indonesia masih tergolong positif dan sehat. Tidak maksimalnya pertumbuhan ini disebabkan oleh ada masalah di dalam negeri.

"Secara internal ada masalah dalam hal peningkatan produktivitas, khususnya karena iklim usaha dan investasi yang kurang mendukung," ujar Wakil Ketua Apindo Shinta Widjaja Kamdani saat dihubungi Kontan.co.id pada Selasa (3/9).

Baca Juga: Ketidakpastian kebijakan dianggap berandil menurunkan kinerja manufaktur

Investasi mengalami perlambatan karena iklim investasi masih tidak ramah terhadap investor. Hal ini dipengaruhi oleh biaya tenaga kerja yang mahal dengan produktivitas yang tidak sepadan, dan juga masalah perizinan usaha yang sukar.

Shinta menilai kementerian dan pemerintah daerah lambat dalam mengeluarkan perizinan. Setidaknya dibutuhkan 6-12 bulan setelah investasi masuk untuk mendapat izin dari pemerintah sehingga perusahaan bisa beroperasi. Dibandingkan dengan negara lain, perizinan tersebut bisa dikeluarkan dalam hitungan minggu.

Selain itu, ada juga insentif investasi dari pemerintah yang sulit diklaim sehingga tidak menarik para investor yang sebenarnya bisa memicu pertumbuhan industri.

Lalu dari faktor eksternal, Shinta melihat masih ada hambatan ekspansi yang disebabkan oleh perang dagang antara Amerika dan China.

Baca Juga: Pengusaha tekstil: Perang dagang masih memberi imbas pada perkembangan manufaktur

Kondisi ini juga menyebabkan pasar internasional menyusut, sehingga Indonesia hanya bisa mengandalkan pertumbuhan industri dari pasar domestik, sementara perusahaan memperlambat pertumbuhan produksi agar harga barang tidak jatuh di pasar.

Selanjutnya, untuk menggenjot kinerja manufaktur, Shinta mengimbau agar pemerintah membenahi berbagai regulasi internal yang mengekang industri.

"Sebenarnya sebagian sudah ada dalam paket kebijakan, tetapi tidak dijalankan karena berbagai alasan atau kalau dijalankan pun hanya setengah-setengah sehingga tidak memberi efek yang maksimal terhadap pertumbuhan industri," ujar Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×