kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,70   -25,03   -2.70%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan DMO Minyak Goreng Dinilai Perlu Payung Hukum


Minggu, 30 Januari 2022 / 21:11 WIB
Kebijakan DMO Minyak Goreng Dinilai Perlu Payung Hukum
ILUSTRASI. Pekerja menata minyak goreng kemasan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) untuk seluruh produsen minyak goreng yang sudah berlaku mulai sejak Kamis (27/1) lalu. Langkah ini guna memastikan pasokan minyak goreng untuk kebutuhan domestik stabil.

Dengan begitu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan, harga minyak goreng di dalam negeri tidak mengikuti harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) internasional, terutama saat melonjak.

Sebab, Oke mengungkapkan, lonjakan harga CPO dunia sebelumnya berdampak pada harga minyak goreng di dalam negeri. Sehingga, perlu kebijakan untuk memastikan pasokan minyak goreng untuk domestik selalu stabil.

Pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah melihat, kebijakan ini akan berdampak baik bagi konsumen dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang akan merugikan produsen karena belum ada pembeli yang pasti.

Baca Juga: Kemendag: Pemerintah Tidak Gamang dalam Membuat Keputusan Terkait Minyak Goreng

“Ada kebijakan DMO ini minyak goreng, jangka pendek melindungi konsumen, tetapi persoalannya kalau jangka panjang itu bisa produsen yang rugi karena persoalannya adalah siapa pengelolanya, karena pembelinya harus tetap, 20% itu harus tetap pembeli pastinya,” ungkapnya.

Menurutnya, apabila mau ditetapkan harus ada pembeli pasti seperti kebijakan DMO batubara yang mana pembeli pastinya adalah PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Misalnya 20% untuk keperluan domestik. Persoalannya, apakah dalam tahun ini 20% domestik membutuhkan, artinya kontinuitas, keberlanjutan itu jadi akhirnya kan merugikan produsen sendiri,” katanya.

Terkait dengan efek jangka panjang, menurutnya tata kelola akan sangat terpengaruh dengan adanya hal ini. Selain itu, aturan yang baku juga dibutuhkan agar menjadi payung hukum yang jelas.

Tubus menilai bahwa apabila hal ini hanya berupa kebijakan, maka ke depan pasti akan berubah-ubah lagi, karena sifatnya yang dinamis dapat berubah-ubah mengikuti perilaku konsumen dan faktor eksternal seperti CPO internasional.

“Kalau tanpa didukung oleh aturan regulasi yang jelas, itu kan otomatis nanti akan berubah lagi. Kalau mau seperti itu, dari hulu sampe hilir, ya di hulu ada aturan yang jelas, dong,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×