Reporter: Umi Kulsum | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Kebutuhan aluminium diperkirakan naik setiap tahun. Namun, tak seluruh kebutuhan aluminium tersebut bisa dipasok industri dalam negeri. Sebagian besar kebutuhan aluminium masih mengandalkan impor.
Tahun ini, kebutuhan aluminium diperkirakan 850.000 ton. Dari total kebutuhan tersebut, produsen aluminium dalam negeri PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum) hanya mampu memenuhinya 250.000 ton.
I Gusti Putu Suryawirawan, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian, menjelaskan, minimnya produksi dalam negeri terjadi karena dua alasan. Pertama, nilai investasi untuk membangun peleburan aluminium tersebut terbilang mahal.
Kedua, membutuhkan pasokan energi besar untuk kebutuhan peleburan aluminium. “Agar mendapatkan listrik murah, solusinya adalah investor mendirikan pembangkit listrik sendiri,” kata Putu, kepada KONTAN, Minggu (13/11).
Karena nilai investasi jumbo inilah, investor jarang meliririk investasi aluminium. Meski begitu, Putu bilang, saat ini sudah ada investor yang tertarik membangun peleburan aluminium di dalam negeri.
Jurus Putu memikat para investor itu adalah, menyediakan insentif tax holiday dan tax allowance. “Sudah ada yang mengolah bauksit dan mempersiapkan pembangunan smelter aluminium seperti PT Well Harvest Winning (WHW) di Ketapang, Kalimantan Barat,” kata Putu.
Terkait pasokan aluminium dari dalam negeri, saat ini hanya dipasok oleh PT Inalum saja. Meski terbilang sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Inalum memiliki keterbatasan menambah produksi.
Alasannya sama seperti yang disampaikan Putu. Nilai investasi menambah produksi peleburan aluminium sangat mahal dan membutuhkan energi besar. Meski begitu, Winardi Sunoto, Presiden Direktur PT Inalum, menyatakan, telah menyusun rencana penambahan produksi yang dilakukan bertahap.
Produksi naik terbatas
Penambahan produksi disusun berdasarkan kenaikan permintaan aluminium yang rata-rata 4%-5% per tahun. Dalam cetak biru yang disusun Inalum, produksi aluminium mereka akan naik menjadi 325.000 ton tahun 2020.
Selanjutnya produksi dinaikkan menjadi 500.000 ton tahun 2021, seiring beroperasinya pabrik baru mereka di Kuala Tanjung. Namun, penambahan produksi belum mampu memenuhi kebutuhan aluminium di dalam negeri. “Meski kami naikkan, tetap tak bisa memenuhi kebutuhan yang naiknya lebih cepat,” kata Winardi kepada KONTAN (13/11).
Sampai tahun 2025 mendatang, Inalum mencanangkan target produksi 1 juta ton per tahun. Abu Bakar, Ketua Asosiasi Aluminium Indonesia berharap, pemerintah bisa membuat terobosan agar investor aluminium tertarik berinvestasi dan membangun smelter aluminium di Indonesia. “Saat ini permintaan besar, tapi impor juga besar,” kata Abu Bakar kepada KONTAN, Minggu (13/11).
Agar impor aluminium bisa dipangkas, Abu Bakar meminta pembatasan impor dilakukan dengan cara mengajak investor membangun smelter dengan insentif yang menarik. “Dengan insentif menarik, akan memicu investor baru,” kata Abu Bakar kepada KONTAN, Minggu (13/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News