Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute for Essential Service Reform (IESR) menilai pemerintah harus bekerja lebih keras dalam mengejar target pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menjelaskan, berdasarkan kajian IESR, untuk mencapai bauran EBT sebanyak 23% di tahun 2025, maka kapasitas pembangkit EBT yang harus dibangun di Indonesia adalah sebesar 15—18 gigawatt (GW) pada periode 2020—2024. Artinya, perlu penambahan kapasitas EBT rata-rata sebesar 3—4 GW per tahun.
Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan investasi EBT mencapai US$ 17,93 miliar hingga 2025
Dengan demikian, nilai investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan EBT di periode 2020—2024 berada di kisaran US$ 40 miliar-US$ 55 miliar. Bahkan, jumlah tersebut bisa membengkak menjadi US$ 70 miliar mengingat di 2025 nanti pemerintah menargetkan kapasitas EBT terpasang mencapai 35 GW.
Angka tersebut sebenarnya merupakan revisi mengingat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) awal menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 7%.
Kondisi ini cukup berbanding terbalik mengingat Kementerian ESDM menargetkan investasi di sektor EBT sebesar US$ 17,93 miliar untuk periode 5 tahun ke depan. Dengan jumlah tersebut, diharapkan akan terjadi penambahan kapasitas pembangkit EBT hingga mencapai 9,05 GW.
Fabby menilai, target kapasitas EBT yang dicanangkan Kementerian ESDM sepertinya merefleksikan rencana penambahan kapasitas pembangkit EBT oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019—2028, PLN merencanakan tambahan kapasitas EBT sebesar 8 GW hingga 2024.
Baca Juga: Sepanjang tahun ini PLN menargetkan dapat membangun 168 SPKLU di Indonesia
“Target Kementerian ESDM yang hanya sekitar 9 GW itu di bawah dari kebutuhan yang seharusnya dibangun,” ungkap dia, Jumat (31/1).