Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menilai pasar properti menengah ke bawah masih prospektif. Hal tersebut lantaran masih tingginya angka backlog perumahan.
Sekjen Apersi, Daniel Djumali menyebutkan bahwa rumah murah merupakan soal kebutuhan. Namun, dengan adanya virus corona yang berimbas pada daya beli ia menyebutkan tetap akan berdampak.
"Pasti akan ada dampaknya tetapi tidak akan terlalu berat," ujarnya kepada kontan.co.id , Jumat (13/3).
Baca Juga: Properti penopang bisnis perbankan
Menurutnya, permasalahan utama saat ini pada kebijakan yang tak sesuai seperti gaji pokok untuk pasar subsidi di beberapa daerah seperti Cilegon yang sudah melebihi Rp 4 juta.
Padahal, menurut aturan masyarakat yang bisa mendapatkan rumah bersubsidi untuk yang berpenghasilan Rp 4 juta. Sehingga hal tersebut memberikan dampak pada pengembang.
Namun, jika ditarik lebih fokus pada pinggiran Jakarta, Djumali menyebut permasalahannya pada harga tanah yang sudah terbilang tinggi. "Karena harga tanah per m2 sekarang tidak ada yang di kisaran Rp 250 ribu - Rp 300 ribu sehingga tidak masuk untuk membangun rumah bersubsidi," jelasnya.
Lebih rinci, ia menyebut seperti di Tangerang sudah sulit untuk membangun rumah murah. Sedangkan daerah Bodebek lainnya juga masih harus melihat lokasinya dulu.
Baca Juga: Elang Grup nilai prospek properti menengah bawah masih cerah
Sejak 2014 dengan kenaikan harga tanah yang luar biasa untuk pasar atas mulai tergerus, sehingga banyak pengembang atas turun menyasar kelas menengah. Kemudian, pengembang menengah juga turun menyasar pasar menengah bawah.
Hal tersebut lantaran pasar rumah menengah ke bawah masih prospektif akibat tingginya angka backlog perumahan. "Jadi, walaupun terdampak sedikit akan tetap diminati karena kebutuhan masyarakat akan perumahan masih tinggi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News