Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada Desember 2024, Ookla melalui Speedtest Global Index mengeluarkan data mengenai kecepatan internet di Indonesia. Data tersebut menunjukkan, dibandingkan kecepatan internet negara-negara Asean, Indonesia masih relatif tertinggal.
Pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo menilai, membandingkan kecepatan internet antar negara boleh saja dilakukan oleh lembaga apapun. Menurut dia, kecepatan internet Indonesia sudah sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia.
Contohnya. pengguna dan pengemudi transportasi daring. Dengan kecepatan internet yang ada saat ini sudah bisa melakukan aktivitas tanpa kendala berarti. Lalu untuk belajar, bekerja secara daring, kecepatan internet di Indonesia sudah mencukupi.
"Bahkan untuk nonton video streaming seperti YouTube sudah dapat dilakukan. Kecepatan internet 1 Mbps sudah cukup bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan,” ungkap Agung.
Baca Juga: Komdigi Alokasi Jaringan Internet 6 GHz, Simak Prospek Bisnis Emiten Telekomunikasi
Ia menjelaskan, jika kecepatan internet berlebih dikhawatirkan mubazir. Saat ini yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana pemerintah melalui Komdigi dapat memberikan layanan bagi masyarakat yang belum menikmati internet. Sampai saat ini masih banyak masyarakat di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar belum mendapatkan layanan telekomunikasi.
“Jangan sampai yang menikmati keuntungan internet kencang justru vendor perangkat telekomunikasi dan over the top (OTT) global. Sebab selama ini merekalah yang mendapatkan keuntungan dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar dan internet yang cepat,”ujar Agung.
Agung menjelaskan, kecepatan internet di suatu negara, termasuk di Indonesia, dipengaruhi banyak faktor seperti teknis dan non teknis. Faktor teknis seperti regulatory cost yang sangat tinggi dan sulitnya untuk menggelar jaringan internet. Selain itu pemerintah tak menyiapkan ducting bersama untuk infrastruktur dasar seperti listrik, air dan internet. Di negara seperti Singapura infrastruktur pasif untuk jaringan listrik, air dan internet disiapkan oleh pemerintah.
Faktor non teknis, kata Agung, seperti daya beli masyarakat Indonesia masih masih rendah, pungutan resmi atau tak resmi yang dibebankan kepada pelaku usaha internet di Indonesia.
“Saat ini kemampuan masyarakat untuk membeli layanan internet masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain. Masyarakat masih memprioritaskan untuk mengalokasikan uangnya untuk membeli kebutuhan pokok,” ucap Agung.
Agar masyarakat mampu membeli layanan internet yang berkualitas dan operator telekomunikasi bisa memberikan layanan dengan harga yang terjangkau, Agung meminta agar Kementerian Komunigasi dan Digital (Komdigi) segera mengeluarkan kebijakan yang dapat mengurangi beban regulasi. Saat ini beban regulasi yang ditanggung operator telekomunikasi sangat tinggi.
Seharusnya Komdigi dapat melihat sektor telekomunikasi sebagai pendukung pertumbuhan perekonomian dari pemerintah. "Bukan melihat biaya hak pengginaan frekuensi dan telekomunikasi sebagai PNBP semata. Justru ketika masyarakat dapat melakukan aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan layanan telekomunikasi, diharapkan ada domino efek bagi yang positif perekonomian nasional,” ujar Agung.
Selanjutnya: Intip Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling Kota Magelang Hari Senin-Minggu Terbaru
Menarik Dibaca: Mowilex Gelar Let Your True Colours Shine: Leadership Series
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News