Reporter: Abdul Basith | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor minyak sawit ke Amerika Serikat (AS) pada bulan Februari 2018 turun drastis. Penurunan ekspor tersebut disebabkan melimpahnya produksi kedelai di AS sebagai sumber minyak nabati.
Kondisi itu diperparah dengan hambatan dagang yang membuat minyak sawit Indonesia sulit masuk di pasar AS.
"Penurunan itu dampak dari anti dumping dan anti subsidi yang diterapkan AS," ujar Wakil Ketua Umum III urusan perdagangan dan keberlanjutan di Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Togar Sitanggang kepada Kontan.co.id, Senin (23/4).
Penerapan aturan tersebut membuat permintaan pasar AS terhadap minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia terus turun. Berdasarkan data GAPKI, permintaan minyak sawit AS pada bulan Februari turun 50% dari bulan sebelumnya.
Sebelumnya pada bulan Januari, permintaan minyak sawit AS mencapai angka 193.700 ton. Namun, angka tersebut merosot menjadi 95.990 ton pada Februari.
Togar bilang, solusi yang dilakukan oleh industri untuk memperbaiki hal tersebut adalah dengan membuat perlawanan. "Langkah industri ke depan melaporkan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)," terang Togar.
Bukan hanya AS, permintaan minyak sawit dari beberapa negara lun ikut turun. Permintaan minyak sawit India turun 26%, Pakistan turun 22%, Uni Eropa turun 17%, Afrika turun 16% dan Bangladesh juga ikut turun 4%.
Meski begitu, masih terdapat sejumlah negara yang mengalami kenaikan. Permintaan China pada bulan Februari naik sebesar 6%, dari 307.490 ton pada Januari naik menjadi 326.300 ton di Februari.
Selain itu negara di Timur Tengah pun mencatatkan kenaikan permintaan sebesar 41%. Sebelumnya permintaan Timur Tengah sebesar 148.060 ton pada Januari naik menjadi 209.000 ton di Februari
Kenaikan di beberapa negara pun diprediksi akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan seperti negara Timur Tengah dan Pakistan. Negara-negara akan mulai menyiapkan stok untuk menyambut bulan Ramadhan.
Sementara ekspor ke China juga diperkirakan akan meningkat dengan adanya rencana untuk menaikan tarif impor kedelai dari AS. Hal itu dilakukan sebagai kebijakan balasan dari kebijakan Pemerintah AS.
Meski begitu, minyak sawit yang diekspor dalam bentuk biodiesel diakui belum dapat pengalihan pasar. Hal itu membuat pasar AS tetap menjadi penting bagi Indonesia.
"Untuk biodiesel belum ada pengalihan pasar," jelas Togar.
Secara total, ekspor minyak sawit pada periode Januari hingga Februari 2018 turun sebesar 3% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Ekspor minyak sawit pada Januari hingga Februari 2018 mencapai 5,1 juta ton. Sementara untuk periode yang sama tahun lalu mencapai 5,3 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News