Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Super ekosistem GoTo yang tercipta berkat kolaborasi bisnis antara Gojek dan Tokopedia dinilai tidak akan mendominasi pasar digital di Indonesia. Aksi korporasi seperti itu justru dibutuhkan untuk menjadi jembatan bagi penguatan ekonomi digital Indonesia, terutama bagi sektor UMKM.
Kehadiran GoTo juga akan menciptakan daya saing ekonomi digital Indonesia dalam menghadapi serbuan produk-produk asing yang memanfaatkan platform digital asing. Contohnya Grup Shopee dan Grab, dua entitas asal China dan Malaysia yang juga agresif menggempur pasar Indonesia.
Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda, mengatakan kolaborasi Gojek dengan Tokopedia merupakan aksi korporasi biasa untuk saling mengisi dan memperkuat bisnis masing-masing.
Melalui kolaborasi ini diharapkan pasar akan semakin meluas dan aktivitas ekonomi melalui ekosistem GoTo Group semakin efisien. Strategi yang dikembangkan GoTo akan memberikan banyak manfaat bagi sektor UMKM dan juga para konsumennya.
Baca Juga: Gubernur BI dan Menkeu Dukung GoTo Jadi Pendorong Ekonomi Digital
”GoTo ingin membentuk sebuah ekosistem yang paling komplit dan kompleks. Ketika sebuah perusahaan berhasil membentuk ekosistem kompleks dan variatif, dampaknya valuasi ekonominya akan meningkat. Dengan nilai valuasi yang tinggi dan ekosistem kuat maka fundamental bisnis GoTo juga makin kokoh,” ungkapnya dalam press rilis, Kamis (20/5).
Nailul bilang, kekuatan fundamental diperlukan oleh semua perusahaan, termasuk GoTo Group untuk menjamin keberlanjutan bisnisnya dalam jangka panjang. Karena meskipun telah membentuk sebuah super ekosistem, GoTo harus tetap berkompetisi dengan para kompetitornya masing-masing.
Menurutnya, Gojek masih tetap harus berkompetisi dengan Grab dan munculnya aplikator ride-hailing lainnya seperti Bonceng, Anterin, Maxim, dan lainnya. Begitu pun Tokopedia yang saat ini berkompetisi secara ketat di bisnis e-commerce terutama dengan Shopee.
Baca Juga: Kuasai 23% saham, Softbank benamkan US$ 60 juta di anak usaha Axiata: ADA
Dengan tingkat persaingan yang sangat terbuka tersebut maka kehadiran GoTo tidak serta merta akan menciptakan dominasi pasar. Menurut Nailul, terlalu jauh menyamakan kehadiran GoTo di Indonesia dengan dominasi Alibaba Group di China yang kemudian menciptakan monopoli.
”Saya rasa (kolaborasi GoTo) tidak akan mengarah monopoli melainkan penguasaan pangsa pasar. Tidak akan terjadi monopoli seperti Alibaba walaupun semua perusahaan teknologi pasti ingin sebesar Alibaba. Untuk GoTo, kolaborasi ini akan meningkatkan kemampuan bersaing di tingkat ASEAN dan domestik yang akan semakin ketat,” terangnya.
Pada hampir semua sektor industri khususnya di Indonesia selalu terdapat penguasa pasar dan tidak berarti terjadi monopoli. Di industri produk tembakau misalnya Gudang Garam menguasai 30% pangsa pasar namun tidak terjadi monopoli karena terdapat kompetitor besar seperti HM Sampoerna dan Djarum.
Begitu juga di industri otomotif baik roda empat maupun roda dua. Di pasar kendaraan roda empat misalnya, grup Astra berdasarkan data Gaikindo merupakan pemimpin pasar sekitar 51% pada 2020 namun tidak berarti melakukan monopoli karena terdapat pemain otomotif lainnya yang berkompetisi.
Nailul menambahkan, kewaspadaan terbesar dari ekonomi digital khususnya sektor e-Commerce adalah kegiatan dumping yang dilakukan dengan cara menjual barang dari luar negeri pada harga murah sehingga bisa membuat pelaku usaha Indonesia khususnya UMKM menyerah. Hal tersebut pernah terjadi ketika seseorang dengan inisial Mr Hu seorang seller di Shopee menjadi viral karena barang dari China yang super murah sehingga mengancam UMKM Indonesia.
Baca Juga: Persaingan Bisnis Keuangan Digital Bakal Makin Sengit Usai Merger Gojek-Tokopedia
”Untuk impor masih akan jadi ancaman. Jadi kan konsumen e-Commerce atau digital itu price oriented consumer. Karakter seperti ini selalu incar barang murah. Memang layanan cross border ditutup tapi yang jadi masalah bukan itu. Banyak juga seller Indonesia tapi jual barang impor. Mereka impor dari logistik biasa terus dijual lagi dengan harga murah,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah terutama Kementerian Koperasi dan UMKM seharusnya bisa memberikan solusi supaya UMKM lokal bisa bersaing dengan barang impor. Produk lokal kurang bisa bersaing dari sisi harga karena terkait dengan kapasitas produksi yang memengaruhi biaya produksi.
Selanjutnya: Setelah Tokopedia merger dengan Gojek, akankah OVO merger dengan DANA?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News