Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
Porsi ini lebih besar dibanding porsi EBT pada RUPTL eksisting yang sebesar 30% dengan porsi fosil 70%. Penyusunan RUPTL "Hijau" ini sejalan dengan target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025.
Agar Biaya Pokok Produksi (BPP) tidak mengalami kenaikan, rencananya pembangkit EBT yang tidak banyak meningkatkan BPP akan didahulukan. Selain itu, pemerintah juga akan mendorong lebih banyak Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mendorong PLTU Cofiring dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, mengembangkan PLT Panas Bumi dan PLT Air dengan jadwal yang realistis dan program dedieselisasi dengan pembangkit EBT.
Baca Juga: SUN Energy menjajaki proyek panel surya di berbagai universitas
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, saat ini besaran kapasitas terpasang mencapai 63,2 GW. Oleh karenanya, dengan penambahan sekitar 40 GW dalam 10 tahun ke depan, total kapasitas terpasang diproyeksi mencapai hampir 100 GW.
"Penambahan EBT sekitar 16,1 GW atau mendekati 40% terdiri dari PLTA, PLTP dan EBT lainnya," kata Darmawan.
Rida menuturkan, penyusunan RUPTL Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030 bakal segera dipercepat proses penyelesaiannya demi menarik investor di ketenagalistrikan. Saat ini, RUPTL masih membutuhkan beberapa masukan dari Menteri ESDM.
Beberapa pokok permasalahan yang harus disesuaikan dalam RUPTL tersebut adalah target rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2022.
"Intinya draft RUPTL ini masih berproses, masih diskusi, masih mengidentifikasi beberapa. Banyak yang sudah kami sepakati, tapi ada juga yang memerlukan arahan dari pimpinan," jelas Rida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News