Reporter: Recha Dermawan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Adopsi kendaraan listrik atawa electric vehicle (EV) di Indonesia lebih lambat jika dibandingkan dengan pasar global. Keraguan konsumen masih terlihat, terutama terkait ketersediaan infrastruktur.
Indonesia Electric Vehicle Consumer Survey 2023 yang dilakukan oleh PwC Indonesia menunjukkan bahwa responden merasa khawatir terhadap ketersediaan stasiun pengisian untuk kendaraan listrik, baik untuk mobil (63%) maupun sepeda motor (52%).
"Oleh karena itu, para pemimpin industri dan pembuat kebijakan sedang mempersiapkan masa depan di mana kendaraan ramah lingkungan dapat memainkan peran utama di pasar," kata Automotive Leader PwC Indonesia Hendra Lie dalam siaran pers, Senin (16/10)
Kekhawatiran responden lainnya adalah ketersediaan stasiun pengisian daya kendaraan listrik di daerah terpencil, dimana untuk mobil (54%) dan sepeda motor (47%). Hal ini menunjukkan perlunya infrastruktur pengisian daya yang merata untuk memenuhi kekhawatiran konsumen.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Investasi China ke Indonesia, Ekonom Ingatkan Jebakan Utang
Walaupun daya tarik EV semakin besar, kekhawatiran konsumen dapat memengaruhi tingkat adopsi EV secara signifikan.
Hal ini termasuk biaya pemeliharaan yang mungkin menjadi mahal dalam jangka panjang (87%) seperti biaya penggantian baterai. Lalu 83% mengkhawatirkan harga suku cadang, 66% khawatir terhadap pengeluaran tak terduga, dan 59% mengkhawatirkan biaya perawatan rutin.
Pemahaman yang lebih mendalam mengenai kekhawatiran ini sangat penting bagi produsen, pembuat kebijakan, dan pemangku kepentingan lainnya, agar dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan konsumen di Indonesia secara efektif.
Pengisian daya adalah salah satu pertanyaan paling penting saat mempertimbangkan sebuah EV untuk pertama kalinya. Sebanyak 75% responden lebih memilih untuk mengisi ulang kendaraan mereka di stasiun pengisian terdekat. Sementara 69% responden lebih memilih untuk mengisi ulang kendaraan mereka di rumah, namun hal ini menimbulkan pertimbangan baru mengenai kenaikan tagihan listrik.
Baca Juga: Meski Masih Mini, Bisnis Pembiayaan Kendaraan Listrik Dinilai Masih Prospektif
Menurut survei yang dilakukan pada Juni–September 2023 terhadap konsumen Indonesia di delapan kota besar dan lintas generasi, 87% responden yakin bahwa EV lebih ramah lingkungan. Sebagian besar responden juga setuju bahwa kendaraan ini adalah kendaraan masa depan, terutama karena kekhawatiran terhadap perubahan iklim semakin meningkat dan teknologi EV semakin mudah diakses.
Berbeda dengan mobil tradisional yang mengeluarkan gas rumah kaca selama pengoperasiannya, EV tidak menghasilkan emisi knalpot dan dapat mengurangi jejak karbon transportasi secara signifikan, terutama di wilayah perkotaan.
Dengan mengadopsi EV, kota dapat meningkatkan kualitas udara, memberikan manfaat bagi kesehatan masyarakat, dan lingkungan. Meskipun EV memiliki emisi operasional yang lebih rendah, penting untuk mempertimbangkan keseluruhan siklus hidupnya. Hal ini mencakup emisi dari sektor manufaktur dan, yang terpenting, pembangkit listrik.
Hendra menyatakan bahwa keikutsertaan pemerintah sangat penting dalam menentukan arah adopsi EV. Untuk mendorong pasar EV, pemerintah dan sektor swasta harus menciptakan kemitraan untuk memperluas infrastruktur pengisian daya secara nasional dan memulai stasiun pengisian cepat di sepanjang jalan raya. Pada saat yang sama, produsen harus fokus pada peningkatan teknologi baterai untuk mengurangi waktu pengisian daya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News