Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemacetan parah kembali terjadi di akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, terutama pada Kamis (17/4) menjelang libur panjang akhir pekan.
Kondisi ini menimbulkan kerugian besar bagi pelaku usaha, khususnya di sektor logistik darat dan pelayaran.
Sekretaris Indonesian National Shipowners Association Jakarta Raya (INSA Jaya) Mohamad Erwin menegaskan, kemacetan ini harus menjadi perhatian serius seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo), operator terminal, serta asosiasi terkait.
Baca Juga: Kemacetan di Tanjung Priok Rugikan Pelaku Logistik, Apindo Desak Kompensasi
"Ini waktunya duduk bersama. Yang kita hadapi bukan sekadar kemacetan, tapi potensi kolapsnya rantai pasok logistik nasional," ujar Erwin kepada Kontan.co.id, Minggu (20/4).
Menurut Erwin, ada sejumlah faktor yang memicu kemacetan tersebut. Pertama, kurangnya koordinasi saat pembatasan angkutan barang selama 16 hari pada masa libur Idul Fitri, dari 24 Maret hingga 8 April 2025.
"Niat pembatasan truk saat libur panjang memang baik. Tapi tanpa koordinasi dengan asosiasi trucking, jadwal kapal, dan sistem pelabuhan, dampaknya justru menciptakan bottleneck besar. Begitu libur usai, semua kontainer menumpuk bersamaan," paparnya.
Faktor kedua adalah keterlambatan kedatangan kapal, yang menyebabkan sekitar 4.000 kontainer tertahan dan memicu lonjakan volume tidak terkendali. Ketiga, minimnya zona penyangga (buffer area).
Baca Juga: Kadin Proyeksi Potensi Kerugian hingga Rp 120 Miliar Imbas Kemacetan di Tanjung Priok
Erwin menyebutkan, buffer New Priok Container Terminal One (NPCT 1) tidak mampu menampung lonjakan tersebut, sehingga kontainer menumpuk di jalan karena terminal tidak lagi sanggup menerima dan tidak ada buffer darurat yang tersedia.
Keempat, akses pelabuhan yang semakin padat dan berbenturan dengan jalan umum, kawasan industri, permukiman, dan aktivitas publik lainnya.
Kelima, kurangnya antisipasi dan tidak adanya sistem peringatan dini atau manajemen darurat yang aktif.
"Tanpa jalur logistik eksklusif, konflik kepentingan akan terus terjadi. Minimnya koordinasi lintas lembaga membuat respons terhadap lonjakan volume menjadi lambat," kata Erwin.
Untuk mencegah terulangnya kejadian ini, Erwin menyarankan beberapa solusi. Pertama, menyediakan zona buffer alternatif dengan melibatkan kawasan terminal atau depo sekitar.
Kedua, membangun sistem digital terintegrasi yang memuat informasi real-time soal jumlah kapal, posisi truk, kondisi gate, dan status buffer.
Ketiga, merancang ulang jalur logistik eksklusif (truck lane) di area strategis. Keempat, mengaktifkan pelabuhan pendukung seperti Marunda, Patimban, dan Cikarang Dry Port guna mengurangi beban Priok.
Erwin juga menekankan pentingnya pembentukan forum kolaboratif antara pemerintah pusat, Pemprov DKI Jakarta, Pelindo, operator terminal, asosiasi truk, forwarder, dan pelayaran.
Baca Juga: Tanjung Priok Macet Parah, Pemprov Jakarta Minta Pelindo Benahi Sistem Bongkar Muat
Forum ini harus merancang Standar Operasional Prosedur (SOP) bersama menjelang dan setelah hari besar nasional.
"Kemacetan total di Tanjung Priok adalah alarm untuk menghentikan kerja sektoral. Semua pihak harus membuka komunikasi dan bertindak bersama. Kontainer tertahan bukan hanya masalah pelabuhan, tapi juga masalah ekonomi dan logistik nasional," tegasnya.
Secara terpisah, Chief Executive Officer PT Lookman Djaja Logistics Kyatmaja Lookman menilai, kemacetan pekan ini terjadi karena banyaknya kapal yang masuk tidak sebanding dengan kapasitas infrastruktur.
Saat kapal datang, pemilik barang atau forwarder langsung memesan truk untuk segera mengambil barang demi menghindari biaya penumpukan.
"Namun saat jumlah truk jauh lebih besar dari kapasitas infrastruktur, penumpukan pun terjadi. Ini merugikan perusahaan angkutan dan pengemudinya karena waktu terbuang di jalan akibat macet," ujar Kyatmaja.
Ia menyarankan agar pelabuhan hanya membongkar sesuai kapasitas. Jika terjadi penumpukan, menurutnya, perlu diberikan kompensasi.
"Kalau antrean truk mengular hingga merugikan, harusnya dibebaskan dari biaya kepelabuhanan untuk meringankan beban biaya," pungkasnya.
Selanjutnya: Depresi Besar Berakhir, Robert Kiyosaki Yakin Harga Emas dan Bitcoin bakal Segini
Menarik Dibaca: Depresi Besar Berakhir, Robert Kiyosaki Yakin Harga Emas dan Bitcoin bakal Segini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News