kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kembangkan briket batubara, PTBA rugi tiap tahun


Kamis, 15 Oktober 2015 / 22:20 WIB
Kembangkan briket batubara, PTBA rugi tiap tahun


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Sudah 20 tahun mengembangkan briket batubara untuk pelanggan rumah tangga dan industri kecil, PT Bukit Asam (Tbk) mengaku tiap tahun rugi lantaran produksi yang dilakukan penyerapannya belum dengan marjin keuntungan.

Direktur Niaga PTBA, Muhammad Jamil mengatakan selama 20 tahun mengoperasikan briket batubara ini belum ada keuntungan yang masuk ke PTBA. Pasalnya produksi keseluruhan briket PTBA hanya 16.000 ton per tahun.

"Sedangkan itu belum sama marjin, kalau mau dapet marjin harus produksi sampai 20.000 ton dulu, karena produksi dan penyerapan pas, sedangkan produksi butuh ongkos biaya juga," terangnya di Kantor BPPT, Kamis (15/10).

Dia bilang, biaya produksi briket batubara ini sekitar Rp 1 miliar per tahun. Ada pun kerugian selama pengembangan 20 tahun lebih dari Rp 20 miliar.

Saat ini, PTBA juga sudah menutup pabrik briket batubara di Gresik, Jawa Timur lantaran terbentur dengan larangan Pemerintah Daerah (Pemda) yang membuat regulasi mengenai larangan tidak adanya penumpukan batubara di daerah, khususnya Gresik.

Makanya saat ini, PTBA hanya mengandalkan produksi briket dari dua daerah. Yakni Lampung, dan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. "Lampung itu 10.000 ton dan Tanjung Enim 6.000 ton, kita sudah sesuaikan penyerapannya sesuai dengan produksi, " jelasnya.

Penyerapan terbesar pemakaian briket batubara berasal dari Jabodetabek. Bahkan untuk memaksimalkan penyerapan, briket batubara tersebut akan diekspor ke Filipina dan Malaysia. "Investasi pabrik bisa Rp 200 miliar. Untuk harga non karbonisasi Rp 1.500 per kg kalau sudah jadi briket Rp 2.500 per kg," pungkasnya.

Sementara Direktur Centres For Indonesia Resources Strategic Studies (Ciruss), Budi Santoso menilai, pemerintah masih belum memaksimalkan penggunaan batubara dalam negeri sebagai sumber energi. Padahal, bahan bakar fosil itu bisa menjadi pengganti elpiji saat ini masih disubsidi.

Produk turunan batubara yakni briket, bisa digunakan untuk menggantikan elpiji. Terlebih lagi, harga briket batubara lebih murah ketimbang gas minyak bumi. 

"Setahu saya murahnya itu jauh ketimbang pakai elpiji. Nah, pemerintah sudah tidak perlu lagi menyubsidi, tapi masyarakat dapat sumber bahan bakarnya murah," ujarnya di Kantor BPPT, Kamis (15/10).

Menurut Budi briket bisa menjadi salah satu terobosan meningkatkan pemanfaatan batubara nasional yang saat ini masih rendah. Namun sayangnya dia belum bisa menghitung potensi penghematan negara dari penggunaan briket batu bara.

"Ini lah yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk peningkatan pemakaian batubara nasional," kata dia.

Budi menambahkan, saat ini pemerintah hanya menjadikan batubara sebagai komoditas ekspor penyumbang devisa negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×