Reporter: Dani Prasetya | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Kementerian Perdagangan mendapat sinyal arus perdagangan ekspor akan menemui masa yang berat. Terutama setelah International Monetary Fund (IMF) memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2012 dari 4% menjadi 3,9%.
"Untuk 2011-2012 ini, negara utama ekspor kita belum menunjukkan tanda menggembirakan," ucap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, pada jumpa pers, Selasa (25/10).
Dia menyadari adanya arus perlambatan ekonomi dunia yang telah meluas hingga China. Situasi pasar perdagangan dunia memang tidak cerah, tapi kondisi itu tidak hanya terjadi sejak 2011.
Menurutnya, ketidakjelasan ekonomi dunia telah dimulai sejak 2008, ketika ada fluktuasi harga komoditi pangan. "Makanya dampak ekonomi 2012 harus diantisipasi sejak sekarang," ujarnya.
Antisipasi tersebut dilakukan dengan memperkuat pasar dalam negeri dan tingkat konsumsi domestik. Selain itu, dia mengingatkan, para eksportir komoditi yang beberapa tahun terakhir menuai untung besar akibat kenaikan harga, harus mengantisipasi kondisi fluktuasi pasar dunia.
"Eksportir harus konsolidasi karena komoditi tidak akan naik seperti tahun-tahun lalu, tapi mudah-mudahan akan segera pulih," jelas Bayu.
Dia mengharapkan, beberapa pertemuan tingkat internasional seperti G20 dan ASEAN Summit dapat memberikan solusi agar menggairahkan pasar ekspor Indonesia. "Saya belum bisa berspekulasi dengan hal itu, yang jelas pasar dunia masih sulit meski perkembangan sudah cukup baik," ujarnya.
Selain itu, pemerintah akan terus menggiatkan diversifikasi pasar dan produk. Upaya itu telah dilakukan melalui misi dagang ke Timur Tengah, Afrika, Arab Saudi, Turki, Amerika Latin, dan Mesir. Secara volume dan nilai ekspor, negara-negara itu memang masih kalah saing jika dibandingkan pasar tradisional seperti China, India, dan Jepang.
Namun, potensi pertumbuhan ekspor yang cukup signifikan menjadi celah perluasan pasar produk Indonesia. Seperti nilai ekspor ke Uni Emirat Arab pada periode Januari - Agustus 2011 tercatat tumbuh 17,5%. Hal senada terjadi pada Arab Saudi di mana nilai ekspor tumbuh 23%. Bahkan, nilai ekspor Afrika Selatan tumbuh 90%. "Ini peluang bagi produk kita masuk sana. Secara volume memang belum besar, tapi pertumbuhannya signifikan," imbuh Bayu.
Dengan berbagai upaya itu, dia optimistis, ekspor Indonesia bisa menembus US$ 200 miliar hingga akhir tahun. Hal tersebut terlihat dari keberhasilan perhelatan Trade Expo Indonesia (TEI) yang memboyong pembeli asal pasar nontradisional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News