Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Program hilirisasi sumber daya alam, khususnya logam nikel di Indonesia, telah menghasilkan beberapa dampak positif terhadap ekonomi nasional.
Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, menyampaikan bahwa berdasarkan data terbaru, ada 34 smelter yang telah beroperasi dan 17 lainnya sedang dalam tahap konstruksi.
Investasi yang masuk ke Indonesia mencapai US$ 11 miliar atau kira-kira Rp 165 Triliun untuk Smelter Pyrometalurgi. Adapun di bidang Hydrometalurgi, ada 3 smelter dengan total investasi sebesar US$ 2,8 miliar atau sekitar Rp 40 triliun untuk produksi MHP (Mix Hydro Precipitate) sebagai bahan baku baterai.
Baca Juga: Jumlah Startup di Indonesia Terbanyak Keenam Dunia, Menteri Teten: Harus Dikembangkan
Selama proses konstruksi, smelter ini menggunakan produk-produk lokal. Saat ini, tercatat sekitar 120.000 orang bekerja di smelter-smelter tersebut. Dari segi lokasi, smelter ini tersebar di beberapa provinsi seperti Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, dan Banten.
"Nilai tambah dari smelter nikel sangat signifikan jika dibandingkan dengan hanya mengekspor nikel ore," kata Febri. "Pengolahan nikel ore di dalam negeri atau hilirisasi dapat meningkatkan nilai tambahnya secara signifikan."
Ia menjelaskan, contohnya, harga nikel ore mentah sekitar US$ 30 per ton. Namun, ketika diolah menjadi Nikel Pig Iron (NPI), harganya meningkat menjadi US$ 90 per ton. Lebih lanjut, jika diolah menjadi Ferronikel harganya menjadi US$ 203 per ton dan menjadi Nikel Matte dengan kenaikan nilai tambah hingga US$ 3.117 per ton. Kini, Indonesia memiliki smelter yang memproduksi MHP dengan nilai tambah mencapai US$ 3.628 per ton.
Kehadiran industri ini tentu meningkatkan pemasukan negara dari sektor pajak dan PNBP dengan jumlah yang mencapai triliunan rupiah. "Jika hanya mengekspor bahan mentah, kita hanya mendapatkan sekitar Rp 17 triliun. Namun, dengan pengolahan, nilai tambahnya dapat meningkat hingga Rp 510 triliun," jelas Febri.
Baca Juga: Freeport Berencana Gugat Aturan Bea Keluar, Begini Respons Kemenkeu
Ia melanjutkan, pada kuartal pertama 2023, kontribusi sektor logam dasar terhadap PDB tumbuh sebesar 11,39%, dengan total PDB dari sektor ini mencapai Rp 66,8 triliun. Tahun 2022 menunjukkan pertumbuhan sebesar 15% atau Rp 124,29 triliun, sementara tahun 2021 tumbuh sebesar Rp 108,27 triliun.
Posisi Indonesia sebagai eksportir utama produk hilir logam nikel semakin kuat, khususnya setelah penerapan kebijakan hilirisasi dan pelarangan ekspor biji nikel. Data dari WorldStopExport tahun 2022 menunjukkan bahwa Indonesia menjadi eksportir HRC terbesar di dunia dengan nilai mencapai US$ 4,1 miliar.
Selain itu, Febri menambahkan bahwa ekspor produk hilir lainnya juga terus meningkat. Pada tahun 2022, nilai ekspor ferronikel mencapai US$ 13,6 miliar, meningkat dari tahun 2021 yang sebesar US$ 7,08 miliar. Nilai ekspor nikel matte juga meningkat tajam, dari US$ 0,95 miliar pada tahun 2021 menjadi US$ 3,82 miliar pada tahun 2022.
Provinsi Sulawesi Tenggara, sebagai produsen nikel terbesar di Indonesia, mencatat pertumbuhan PDRB industri pengolahan sebesar 16,74% pada tahun 2022, didominasi oleh industri pengolahan nikel.
Baca Juga: Proyek Baterai EV Kongsi IBT dengan LG Energy Lanjut Tahun Ini
"PNBP dari sektor logam nikel juga mengalami kenaikan yang signifikan. Tahun 2022, PNBP dari daerah penghasil nikel mencapai 10,8 triliun rupiah, meningkat dari tahun 2021 yang sebesar 3,42 triliun rupiah. Total PNBP dari 5 provinsi penghasil nikel mencapai 20,46 triliun rupiah sepanjang tahun 2021-2023 hingga kuartal II, dengan Sulawesi Tenggara sebagai kontributor terbesar," tambahnya.
Keberadaan smelter dalam program hilirisasi nikel ini tidak hanya meningkatkan sektor ekonomi tetapi juga memberikan dampak positif pada sektor UMKM di sekitar smelter. Hal ini menunjukkan bahwa program hilirisasi tidak hanya berkaitan dengan kepemilikan smelter, tetapi juga dengan peningkatan nilai tambah ekonomi yang berdampak langsung terhadap pembangunan nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News