kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.383.000 0,36%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Kemenperin Khawatir Regulasi Tak Pro Bisnis akan Berdampak ke Kinerja PMI Manufaktur


Selasa, 04 Juni 2024 / 10:39 WIB
Kemenperin Khawatir Regulasi Tak Pro Bisnis akan Berdampak ke Kinerja PMI Manufaktur
ILUSTRASI. Aktivitas pabrik. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/29/05/2023


Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri di Tanah Air masih terbilang dalam kondisi sehat dan solid, meskipun di tengah tantangan gejolak politik dan ekonomi global yang belum stabil. Ini tercermin dari capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 yang berada di level 52,1 atau mengalami perlambatan dibanding bulan sebelumnya yang berada di posisi 52,9.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif bersyukur dan berterima kasih kepada para pelaku industri nasional yang masih bisa mempertahankan kinerja PMI tetap dalam fase ekspansi hingga Mei 2024.

Baca Juga: Kinerja Manufaktur Merosot Pada Mei 2024, Kemenkeu: Masih Tetap Ekspansif

Dia menjelaskan, aktivitas produksi sektor industri yang menurun dikarenakan anjloknya pesanan dari luar negeri dan juga kekhawatiran pengurangan pesanan dalam negeri pada waktu mendatang. Kondisi ini berkaitan langsung kebutuhan tenaga kerja industri.

PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024 mampu melampaui PMI Manufaktur Jerman (45,4), Prancis (46,7), Vietnam (50,3), Jepang (50,4), Taiwan (50,9), Amerika Serikat (50,9), Inggris (51,3), Korea Selatan (51,6), China (51,7), dan Filipina (51,9).

Namun demikian, Kemenperin menengarai adanya perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada Mei kemarin. Hal ini bisa dipengaruhi oleh regulasi yang dianggap tidak probisnis kepada para pelaku industri dalam negeri, misalnya penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Baca Juga: Kinerja Manufaktur Indonesia Melemah pada Mei 2024, Cermati Pemicunya

“Walaupun PMI Indonesia masih solid dan sehat, tetapi sudah mulai turun. Kami khawatir penurunan ini sebagian disebabkan oleh regulasi yang tidak pro ke pelaku industri, yang dianggap kurang bersahabat dengan sektor manufaktur, salah satunya Permendag No. 8/2024, sehingga mempengaruhi optimisme pelaku industri dalam negeri,” papar Febri dalam siaran pers di situs Kemenperin, Senin (3/6).

Kemenperin akan terus berupaya agar Permendag 8/2024 tidak membawa sentimen negatif yang lebih dalam bagi pelaku industri manufaktur di Indonesia, sehingga PMI bulan depan tidak akan merosot lagi.

“Kami sudah menerima masukan dari banyak asosiasi sektor industri yang menyatakan keberatannya atas penerapan Permendag 8/2024, dan itu pun sudah disampaikan mereka kepada publik oleh masing-masing asosiasi,” terang Febri.

Selain itu, carut marut dari implementasi kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) untuk industri juga akan membawa dampak penurunan PMI atau kepercayaan diri dari pelaku manufaktur di tanah air. Padahal, fasilitas HGBT menjadi stimulus penting untuk meningkatkan produktivitas industri dan menarik investasi masuk ke Indonesia.

Baca Juga: Indeks PMI Eropa Mulai Bergerak Naik

Febri mengaku, banyak sekali calon investor yang menunggu kepastian kelanjutan kebijakan HGBT untuk industri. Sebab, insentif ini sangat menarik bagi investor dan menjadi salah satu kunci untuk bisa berdaya saing di pasar domestik dan ekspor.

Terdapat dua instrumen penting yang dapat menumbuhkan kinerja industri nasional, yakni melalui penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). SNI bisa dipergunakan untuk mengontrol impor dan melindungi industri dalam negeri.

Selain itu, pemerintah juga tidak melupakan prinsip-prinsip TKDN. Prinsip pertama TKDN adalah mendorong dan menumbuh-kembangkan investasi. Kedua, TKDN akan menumbuhkan pohon-pohon industri yang masih kosong. Ketiga, TKDN akan memperluas nilai tambah produk dari industri.

Apabila diperlukan, evaluasi terhadap TKDN dalam hal threshold (standar) atau tata cara penerapan nilai TKDN untuk sejumlah industri dapat dilakukan. Misalnya, ada threshold TKDN yang terlalu tinggi. “Ini memang harus disesuaikan yang selama ini dianggap threshold TKDN-nya terlalu tinggi. Bukan menghapus kebijakan TKDN,” tegas Febri.

Baca Juga: PMI Manufaktur Melorot, Pengusaha Makanan dan Minuman Akui Ada Pelemahan Daya Beli

Sementara itu, menanggapi capaian PMI Manufaktur Indonesia pada Mei 2024, Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence mengatakan bahwa data survei bulan Mei menunjukkan kinerja solid di sektor manufaktur Indonesia. Hal ini didorong oleh perolehan output dan permintaan baru.

“Permintaan pasar juga bertahan positif, meski sebagian besar didukung oleh klien domestik karena manufaktur global terus menunjukkan penurunan kinerja untuk permintaan ekspor baru,” jelasnya.

Meski pertumbuhan bertahan positif, di juga menyebut adanya tanda-tanda kinerja PMI Manufaktur akan memburuk. Kepercayaan diri para pelaku industri turun ke posisi terendah selama lebih dari empat tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×