Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian mengatakan, saat ini pihaknya mendukung target penurunan emisi karbon di Indonesia dengan membuat kebijakan, menjalankan program, dan mengembangkan produk industri salah satunya di sektor petrokimia.
Muhammad Khayam, Dirjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian menjelaskan untuk mendukung industri bebas emisi di 2060, salah satu program yang dijalankan adalah program industri hijau.
Lebih jelasnya program industri hijau ini adalah menerapkan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan bahan baku, energi, air dan meminimalkan limbah dalam sektor industri. Selain itu program ini juga mendorong ekonomi sirkular sehingga diharapkan dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).
Baca Juga: Agenda Medco Energi (MEDC) Tahun 2022: Memacu Bisnis Gas, Energi Surya dan Panas Bumi
"Kami juga ikut dalam komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) sehingga sektor industri mencoba untuk mulai melakukan reduksi gas rumah kaca melalui beberapa cara. Khususnya di sektor industri selama ini menggunakan bahan bakar dari fosil," jelasnya dalam acara webinar, Jumat (28/1).
Namun, jika merujuk khusus pada industri petrokimia, justru bahan bakar fosil digunakan sebagai bahan baku, baik itu digunakan berupa turunan dari minyak bumi dalam hal ini nafta, kondensat tentunya juga LPG. Adapun turunan dari gas bumi digunakan untuk menghasilkan ammonia dan methanol.
Dia mengatakan dalam penerapannya industri petrokimia sampai saat ini merupakan sektor yang paling efisien menggunakan bahan-bahan fosil.
Khayam memberikan contoh, saat ini sedang dikembangkan gasifikasi batubara menjadi dimethyl ether (DME) yang dijalankan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA). DME biasa digunakan sebagai bahan bakar, urea sebagai pupuk, dan polypropylene sebagai bahan baku plastik.
Dia mengatakan, ke depannya batubara yang dianggap sebagai penyumbang kontribusi terbesar gas rumah kaca akan dimanfaatkan hilirisasinya.
Tak hanya itu, sektor industri juga mencoba untuk memanfaatkan bahan-bahan nabati. Khayam mengungkapkan, pihaknya mendorong gasifikasi nabati yang hampir serupa dengan gasifikasi batubara karena proses-prosesnya hampir sama di mana bahan nabati tersebut diproses menjadi syngas dan kemudian menjadi methanol maupun ammonia.
Nantinya methanol sendiri dengan teknologi yang sudah ada bisa dimanfaatkan menjadi olefin atau menjadi bahan baku plastik. "Jadi kami berharap di samping mempunya proses produksi gasifikasi batubara ini bisa menjadi dimanfaatkan juga gasifikasi nabati," kata Khayam.
Khayam menjelaskan, pihaknya sudah melakukan uji coba pemanfaatan nabati yakni CPO menjadi diesel, bensin, dan avtur. Nah selain itu, bahan nabati ini juga sedang dalam percobaan untuk dibuat menjadi nafta yang selama ini diproduksi dari turunan minyak bumi. Seperti diketahui, nafta merupakan bahan baku untuk membuat olefin dan aromatik atau bahan baku plastik dan tekstil.
Kemudian, Khayam kembali memberikan contoh pengembangan produk nabati menjadi produk hilir petrokimia. Saat ini beberapa industri plastik sudah menggunakan singkong sebagai bahan baku. Namun sayang, sampai dengan saat ini harga plastik tersebut masih lebih tinggi 3-4 kali lipat dibandingkan plastik biasa. Selain itu dari sisi ketahanan juga masih rendah.
Maka dari itu, salah satu kunci untuk mengejar target penurunan emisi karbon di sektor petrokimia adalah dengan meningkatkan teknologi. "Untuk mendukung target penurunan emisi karbon melalui insentif dan disinsentif. Dengan insentif akan mendorong perusahaan bertransformasi menggunakan permesinannya dan teknologi rendah karbon serta sejalan dengan konsep industri 4.0," tegas Khayam.
Baca Juga: PLN akan Pasok Listrik ke Blok Rimau Milik Medco E&P
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Laksmi Dhewanthi mengatakan sebenarnya semua industri termasuk di dalamnya petrokimia sudah diterjemahkan rencana-rencananya ke dalam peta jalan NDC mitigasi perubahan iklim.
"Jadi dari target yang sudah ditetapkan dielaborasi menuju beberapa subsektor dan aktivitasnya. Industri petrokimia penjabatannya ada di Kementerian Perindustrian, tetapi dalam jalan peta jalan NDC mitigasi perubahan iklim sudah dikenali potensi-potensi kegiatannya," jelasnya,
Laksmi memaparkan, termasuk di antaranya untuk melakukan transformasi energi yakni memanfaatkan energi bersih. Kemudian, melakukan upaya-upaya untuk menangkap emisi gas rumah kaca yang keluar dari berbagai macam proses produksi petrokimia agar tidak keluar ke lingkungan. Kemudian, mengubah bahan baku bahan penunjang yang lebih ramah lingkungan.
Laksim menegaskan, upaya proaktif dari perusahaan untuk bisa menuju Net Zero Emission pada tingkat perusahaannya akan memberikan dampak signifikan dan berkontirbusi pada upaya pencapaian target NDC utamanya penuruna emisi gas rumah kaca dan ketahanan iklim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News