Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan kepastian perpanjangan dan perubahan status terhadap PT Tanito Harum. Padahal, kontrak pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi pertama itu sudah habis pada 14 Januari 2019.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pihaknya masih melakukan evaluasi dan pembahasan. Sehingga, Bambang bilang, status PT Tanito Harum masih akan ditentukan dalam rapat yang digelar pekan depan.
Sayang, Bambang tak menjelaskan detail evaluasi dan pembahasan yang dimaksudkan. "Masih dirapatkan. Saya akan rapatkan, minggu depan," kata Bambang saat ditemui di komples DPR RI, Selasa (15/1).
Namun, Bambang menyatakan bahwa Tanito Harum masih bisa beroperasi seperti biasa. Hanya saja, ia kembali enggan memberikan alasan secara jelas mengenai hal tersebut, meski ia menegaskan bahwa tidak ada perpanjangan izin sementara yang diberikan. "Ya jalan saja, masih boleh (beroperasi). Nggak ada perpanjangan (izin) sementara, nggak ada istilah itu, karena KK (Kontrak Karya) kan masih 2 x 10 tahun" katanya.
Bambang pun masih enggan memberikan keterangan soal progres revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 23 tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba). Padahal, revisi ini sangat penting terkait dengan perizinan dan perubahan status dari PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Selain Tanito Harum yang sebetulnya telah habis masa kontraknya pada 14 Januari 2019, ada tujuh pemegang PKP2B generasi pertama yang akan habis masa kontrak dan berubah status menjadi IUPK.
Ketujuh perusahaan itu adalah PT Arutmin Indonesia yang kontraknya akan berakhir pada 1 November 2020, PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (KPC) pada 31 Desember 2021, PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).
Padahal, menurut Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir, kepastian hukum terkait dengan perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK ini bisa berdampak pada iklim investasi dan bisnis batubara nasional.
Ia menyebut, bagaimana pun keputusan yang tertuang dalam regulasi yang berbentuk revisi PP itu, semestinya dapat segera diputuskan guna memberikan kepastian hukum dan investasi kepada para pemegang PKP2B yang akan habis kontrak dan beralih status menjadi IUPK.
"Itu menjadi salah satu tantangan, dari sisi regulasi. Harus ada kepastian (hukum dan investasi), karena kalau nggak pasti, bagaimana bisa kerja," ungkap Pandu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News