Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) percaya bahwa batubara dapat menjadi energi masa depan jika mampu dikonversi ke beberapa produk hilir. Oleh karena itu, program hilirisasi pertambangan, khususnya batubara, penting untuk segera dilakukan di Indonesia.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Sujatmiko mengatakan, terdapat tujuh klaster industri hilir batubara yang sedang pemerintah kembangkan. Di antaranya adalah industri gasifikasi batubara, pembuatan kokas, underground coal gasification (UCG), pencairan batubara, peningkatan mutu batubara (coal upgrading), pembuatan briket batubara, dan coal slurry/coal water mixture atau bubur batubara.
Jalan menuju hilirisasi batubara terbentang lebar. Hal ini didukung oleh sumber daya batubara di Indonesia yang mencapai 149 miliar ton dan total cadangan batubara sebesar 37 miliar ton. Jumlah tersebut merujuk pada data Badan Geologi Kementerian ESDM 2019.
Baca Juga: Pandemi corona bisa pengaruhi target PLN dalam RUPTL 2020-2029
“Beberapa jenis batubara masih belum dimanfaatkan dengan baik, makanya lebih baik dikonversi jadi produk hilir,” tutur Sujatmiko dalam diskusi virtual, Selasa (28/7).
Pemerintah pun berkeinginan untuk membangun sejumlah industri hilir batubara skala komersial pada tahun 2030 dengan kapasitas total batubara yang dibutuhkan sebesar 37,6 juta ton.
Di rentang tahun 2024 – 2025, pemerintah menargetkan adanya beberapa fasilitas peningkatan nilai batubara (PNT). Di antaranya 2 pabrik gasifikasi batubara, 1 pabrik pembuatan kokas, 1 pabrik briket batubara, dan 2 pabrik coal upgrading.
Sekadar catatan, 2 pabrik gasifikasi batubara tersebut berasal dari proyek milik PT Bukit Asam Tbk yang bekerja sama dengan PT Pertamina dan Air Products serta proyek milik konsorsium PT Bakrie Capital Indonesia, PT Ithaca Resources, dan Air Products.
Lebih lanjut, dalam rentang tahun 2026 – 2027, pemerintah menargetkan ada tambahan 1 fasilitas gasifikasi batubara, 1 pabrik underground coal gasification, 1 pabrik pembuatan kokas, 1 pabrik coal upgrading, dan 1 pabrik briket batubara.
Alhasil, di periode tersebut, fasilitas PNT yang telah tersedia antara lain 3 pabrik gasifikasi batubara, 1 pabrik underground coal gasification, 2 pabrik pembuatan kokas, 3 pabrik coal upgrading, dan 2 pabrik briket batubara.
Baca Juga: Kementerian ESDM masih terbuka menerima masukan untuk pajak batubara
Kemudian, di tahun 2028 – 2029, pemerintah berharap ada tambahan 1 pabrik gasifikasi batubara, 1 pabrik underground coal gasification, 1 pabrik pembuatan kokas, 1 pabrik coal upgrading, 1 pabrik briket batubara, 1 pabrik pencairan batubara, dan 1 pabrik coal slurry.
Dengan demikian, saat itu akan ada beberapa fasilitas PNT yang terbangun, yakni 4 pabrik gasifikasi batubara, 2 pabrik underground coal gasification, 3 pabrik pembuatan kokas, 4 pabrik coal upgrading, 3 pabrik briket batubara, 1 pabrik pencairan batubara, dan 1 pabrik coal slurry.
Sujatmiko berharap, penerbitan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba sebagai pengganti UU No. 4 Tahun 2009 bisa mempercepat proses hilirisasi di sektor tambang batubara. Ini mengingat pemerintah menyediakan insentif bagi perusahaan tambang yang dapat melaksanakan kegiatan hilirisasi.
“Kami berharap UU Minerba yang baru bisa memberi kepastian bagi pelaku usaha dalam menginvestasikan dananya di bidang hilir,” ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News