Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih membuka kesempatan masukan dari para pelaku usaha tambang batubara terkait peningkatan penerimaan negara sebagai syarat perpanjangan kontrak pertambangan.
Sebagai informasi, pemerintah sedang menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang salah satunya berisi mengenai persyaratan perpanjangan kontrak pertambangan.
Sebelumnya, pemilik Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) hanya mengeluarkan dana hasil produksi batubara (DHPB) royalty sebesar 13,5% ditambah lumpsum payment dan PBBKB 7,5% (reimburse), sales tax maksimal 5%, dan PPh Badan 45%.
Baca Juga: Awas, Kemenko Maritim Ikut Mengawasi Penerapan Harga Nikel untuk Smelter
Lalu, ketika PKP2B kontraknya diperpanjang dan berubah status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK OP), pajaknya berubah menjadi: royalty ditambah penjualan hasil tambang (PHT) ditambang barang yang menjadi milik negara (BMN) sebesar 15%.
Kemudian, terdapat PBB Prevailing, lalu pajak daerah prevailing, dan PPN Prevailing sebesar 10%, PPh Badan Prevailing sebesar 25%, serta Earning After Tax (EAT) sebesar 10% dengan porsi 6% untuk daerah dan 4% untuk pusat.
Baca Juga: Ikut awasi penerapan HPM, Kemenko Marves siap jatuhkan sanksi bagi langgar aturan
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy Arief mengatakan, skema perpajakan bagi PKP2B yang hendak diperpanjang menjadi IUPK OP sebenarnya sudah disetujui oleh para pelaku usaha pertambangan batubara. Sosialisasi terkait hal itu juga terus dilakukan oleh pemerintah.