Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan proses investigasi kebocoran gas dan tumpahan minyak pada Sumur YYA-1 milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ).
Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM Adhi Wibowo bilang investigasi masih berlangsung pasca penghentian semburan gas dan penutupan sumur.
Baca Juga: Simak program prioritas Perusahaan Gas Negara (PGAS) untuk tahun ini
"Tim investigasi migas masih berjalan. Kemarin-kemarin konsentrasinya bagaimana membantu bagaimana agar tidak keluar lagi minyaknya," jelas Adhi kepada Kontan.co.id, Selasa (21/1).
Adapun tim investigasi ini terdiri dari gabungan tim independen, akademisi, praktisi dan pelaku industri. Sekedar informasi, kejadian ini terjadi pada 12 Juli 2019 pada pukul 01.30 WIB pada saat melakukan re-entry di sumur YYA-1 pada kegiatan re-perforasi.
Lalu, muncul gelembung gas di Anjungan YYA dari rig Ensco-67 yang terletak di wilayah operasional offshore ONWJ. Adapun, Sumur YYA-1 adalah merupakan sumur eks eksplorasi YYA-4 yang dibor pada tahun 2011. Sumur inilah yang mengalami kebocoran.
Baca Juga: Arcandra Tahar resmi jadi komisaris utama PGN
Lalu pada 17 Juli, tumpahan minyak mulai terlihat di sekitar anjungan. Sehari setelahnya, tumpahan minyak mencapai pantai ke arah Barat. Posisi jarak anjungan degan garis pantai Karawang sekitar 2 kilometer (km).
Lewat penanganan intensif, pada 21 September 2019, PHE ONWJ melakukan proses "intercept" dimana sumur Relief Well telah berhasil terkoneksi dengan Sumur YYA -1.
Relief Well adalah proses mematikan sumur YYA-1 dengan pengeboran dari samping yang dilakukan dari Rig Soehanah yang berjarak 1 km dari sumur YYA-1. Proses koneksi antar sumur ini berhasil dilakukan dengan baik dan lebih cepat dibandingkan estimasi jadwal waktu yang direncanakan yaitu pada akhir September 2019.
Baca Juga: Glencore akan menambah saham di Cita Mineral (CITA) lewat rights issue
Adhi melanjutkan, pihaknya pada Desember 2019 lalu memastikan terjadi ledakan prematur pada kedalaman 700 feet. "Desember sudah dipastikan (terjadi ledakan prematur). Seharusnya ledakan di kedalaman 6.600 feet untuk ambil gas," kata Adhi.
Kendati demikian, Adhi belum bisa memastikan penyebab ledakan tersebut sembari menanti hasil investigasi.
Ia menuturkan, ledakan mungkin saja terjadi akibat dipicu tekanan yang membuat pipa bor mengalami kerusakan dan membuat platform mengalami kemiringan. "Kita sedang mengumpulkan data, (hasilnya) satu bulan lagi," kata Adhi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News